Our Stories #3: Penantian Di Tengah Pandemi

Post a Comment


Kalau orang-orang bilang menikah dikala pandemi itu menghemat banyak biaya, well kalau kata saya, tergantung. Kalau kamu nikahnya dengan sesama anak bangsa, satu daerah pula, bahkan tetangga sebelah rumah yang dikarenakan aturan PPKM dan tetek bengeknya memutuskan tidak menggelar resepsi, sekedar akad di KUA then syukuran kecil-kecilan di rumah mengundang kerabat/karib dekat & tetangga sekitar, ya bisa jadi hemat. Tapi untuk kami berdua, makhluk beda bangsa (bukan beda alam ya, hehe) yang terpisah jarak dan waktu, tentu melangsungkan pernikahan dikala pandemi justru semakin memerlukan dana tak sedikit.

Pasca pembicaraan seputar mahar dan biaya nikah yang disanggupi oleh si mas dan diaamiinkan oleh keluarga inti, Hamzah dan calon mas iparnya masih melanjutkan komunikasi via Whatsapp. Even, hamzah membuka ruang untuk saya dan si mas melanjutkan ta'aruf jika memang ada pertanyaan yang belum terjawab. Tentunya masih dengan Hamzah sebagai perantaranya, tidak serta merta nomer pribadi si mas langsung dikasih ke saya atau nomer pribadi saya dikasih ke ybs. Chat tetap harus melalui Hamzah sebagai mediator kami. Bahkan untuk benar-benar menjamin tidak ada khalwat, seluruh percakapan kami berdua harus di forward di grup WhatsApp keluarga "Cak Kardi Clan". Agar apa? Agar ummi dan abi juga tahu perkembangannya sudah sampai mana. Gak jarang bahkan mereka ikut menimpali kalau ada yang ingin ditanyakan ke ybs.

Pertemuan Keluarga Via Video Call Pertama Kali

Karena seluruh proses perkenalan via chat berlangsung dengan baik, akhirnya pada 22 November 2020 dilakukan video call pertama kalinya untuk memperkenalkan kedua keluarga. Si mas hadir didampingi oleh ibunya, saya dengan ummi & abi, juga tak lupa mediator kami Hamzah yang nimbrung dari Malang. Video call dilakukan sekitar pukul 10 Malam waktu Indonesia, sedangkan di Maroko pada waktu yang sama baru selesai Ashar.

Ah buat yg bertanya-tanya kenapa si mas cuma didampingi ibunya? Well, bisa dibilang silsilah keluarga si mas ini lumayan complicated. Beliau anak ketiga dari lima bersaudara, tapi kelimanya merupakan buah dari pohon yang sama tapi beberapa ranting yang berbeda. Sampai sini kira-kira paham lah ya. Abinya si mas masih ada, cuma sudah tidak bersama ibunya, si mas ini ceritanya tinggal dengan ibunya. Nah, dari pohon dan ranting yang sama ini si mas punya kakak perempuan, tapi karena satu dan lain hal di video call pertama ini beliau tidak ikut bergabung.

Lanjut, percakapan yang terjalin lebih ke memperkenalkan anggota keluarga, kemudian tanya jawab langsung soal bagaimana penerimaan masing-masing keluarga jika punya besan orang asing. So far, kedua keluarga tidak ada masalah mengenai hal tsb. Even ketika ditanya lagi soal kesediaannya untuk datang ke Indonesia, si mas tetap siap untuk berangkat ke Indonesia. Tapi, karena memang pasti akan memakan dana yang tidak sedikit, si mas memang bilang minta waktu untuk mempersiapkan segala yang diperlukan untuk berangkat ke Indonesia. Kami pun menerima dan tidak memburu-buru ybs karena paham ini semua bukan hal mudah dan pasti akan lebih ribet dari sekedar melangsungkan pernikahan sesama warga negara Indonesia.

Pertemuan Keluarga Via Video Call Kedua Kali

Selepas video call di bulan November, tidak banyak percakapan yang dilakukan antara saya dan si mas. Tapi Hamzah, masih sering saling berbalas chat dengan ybs. Kami berdua sama-sama berkutat dengan persiapan yang bisa kami lakukan. Untuk saya pribadi, karena semuanya masih bergantung dengan kapan si mas bisa datang ke Indonesia, akhirnya saya lebih mematangkan persiapan pribadi untuk menyambut pernikahan. Saya ikuti kelas online sekolah pra-nikah, memperbanyak tontonan kajian-kajian munakahat, bahkan membeli lebih banyak buku-buku pernikahan dan membacanya satu persatu. Kenapa repot-repot? Well, saya akan menjalani sesuatu untuk pertama kalinya, saya perlu bekal, dan saya persiapkan bekal itu agar saya lebih siap dan tidak kaget menjalaninya.

Sekitar bulan Juni, tepatnya pada tanggal 27 Juni 2021. Kami kembali melakukan video call keluarga untuk kedua kalinya atas permintaan si mas. Kali ini kakak perempuannya juga hadir membersamai. Waktunya masih sama, hampir tengah malam di Indonesia & ba'da ashar di Maroko. Pembicaraan kali ini lebih santai, si mas memberi kabar kalau sudah booking tiket penerbangan ke Indonesia 22 Juli 2021. Si mas juga tanya-tanya kira-kira ada sesuatu yang saya ingin dibawakan ybs sebagai oleh-oleh dari Maroko. Dibalas ummi dengan do'a agar dimudahkan segala proses kedatangan, tidak perlu repot-repot dengan oleh-oleh karena si mas bisa datang ke Indonesia saja sudah alhamdulillah.


Penerbangan Pertama Yang Tertunda

Ibarat kata pepatah, untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Sudah resiko yang merencanakan untuk menikah ditengah pandemi, si mas batal berangkat di bulan Juli dikarenakan aturan dari maskapai terkait, yakni setiap penumpang diwajibkan sudah vaksin ke-2, sementara si mas belum dapat jatah vaksin. Karena sampai bulan Juni, pembagian vaksin bertahap di Maroko masih dikhususkan kepada tenaga medis dan lansia usia rentan.

Tepat di tanggal 22 Juli 2021 dimana seharusnya ybs berangkat ke Indonesia, si mas kasih kabar kalau sudah dapat vaksin dosis 1 dan 2 pekan setelahnya menyusul vaksin dosis 2. Beliau bilang kalau hari itu pihak maskapai menghubungi ybs untuk membayar sejumlah uang sehingga tiket sebelumnya bisa di reschedule ke tanggal 19 Agustus 2021. Makanya begitu selesai vaksin si mas buru-buru ke bandara untuk reschedule tiket pesawat.

Soal visa masuk ke Indonesia juga waktu itu si mas sudah konfirmasi ke kedubes Indonesia di Rabat, kata mereka dia bisa masuk Indonesia dengan free visa yang berlaku sebagai kerja sama antara Kerajaan Maroko dan Pemerintah Indonesia di masa lalu. That's why we feel grateful with the news, hopefully everything is goes well.


Penerbangan Kedua Yang Tertunda

Tapi lagi-lagi, sebaik-baik manusia berencana tetap Allah sebaik-baik perencana. Disaat segalanya terlihat baik-baik saya, si mas juga sudah menerima suntikan vaksin dosis 2nya, tetiba bad news datang dari Indonesia. Lonjakan kasus covid-19 membuat pemerintah menerapkan PPKM dan menutup segala pintu masuk penerbangan dan pelabuhan internasional. Free visa tidak berlaku, yang bisa santay keluar masuk hanya ekspatriat atau imigran China yang diam-diam diselundupkan pemerintah negeri wakanda yang memihak cukong (eh).

Akhirnya baik saya dan si mas benar-benar pasrah dengan keadaan. Mengingat tidak ada yang bisa diprediksi ditengah pandemi ini, akhirnya si mas memutuskan untuk reschedule ulang tiketnya ke tahun depan tepatnya 30 Maret 2022, dengan harapan tahun depan kondisi dunia sudah lebih baik daripada tahun 2021. Pandemi sudah hilang 100% dan segala bentuk pembatasan sudah dilonggarkan.

Sebenernya pada waktu itu border Maroko masih buka, karena case disana tidak seheboh di Indonesia. Penerbangan internasional masih berlaku, even free visa for Indonesian yang mau masuk Maroko masih berlaku dengan masa tinggal 3 bulan. Si mas pun sempat melontarkan ide, kalau memang tidak memungkinkan dia yang datang ke Indonesia, gimana kalau Hamzah & saya yang datang ke Maroko dan melangsungkan pernikahan disana. Tapi tidak serta merta kami iyakan, kami diskusikan kembali dengan keluarga inti. Ummi menyampaikan, ya kalau memang maunya begitu silahkan, tapi biaya tiket kesana ditanggung ybs. Bukan apa-apa, ini juga sebagai bentuk jaminan keseriusan si mas atas niatnya untuk menikah dengan saya.

Memang gak murah, tapi ya cinta kan butuh pengorbanan, meskipun waktu itu belum cinta yee, tapi kan ceritanya doski mau melamar anak gadis orang. Soalnya, sudah banyak kasus orang asing scamming yang awalnya iming-iming mau menikahi perempuan WNI, tapi at the end alasan ini itu njuk minta dikirimi uang dengan alasan ongkos kurang untuk berangkat, dlsb. Makanya saya bilang diawal tulisan, saya gak pernah setuju dengan bentuk ta'aruf online ini, resikonya gede kalau pas apes. Belum ikhtilat-nya kalau langsung melibatkan si perempuan dan si lelaki yang berproses. Alhamdulillah di case saya, sejak awal saya tidak dilibatkan bahkan tidak diberitahu sampai jumpa yang beneran baik dan serius mau menikah.


Kesediaan Menunggu Atau Mencari Yang Lain?

Btw, kami gak berburuk sangka dengan si mas sampai seperti itu sih, cuma dalam kondisi tsb keluarga juga sedang tidak punya banyak uang untuk bisa terbang ke luar negeri. Apalagi kan sudah video call dua keluarga juga, kemungkinannya mustahil kalau ybs tidak serius. Kita berdua sama-sama sadar bahwa sejak awal ini tidak akan mudah, apalagi proses berjalan ketika pandemi tengah melanda dunia. Jangankan pas pandemi, menikah antar warga negara asing di masa normal pun tetap bukan hal yang easy peasy, sudah pasti menguras biaya dan tenaga. Si mas pun kasih jawaban kalau dia akan tetap mengusahakan untuk datang ke Indonesia dan menikah disini.

Hari-hari kami berkutat memantau perkembangan update akun official Imigrasi Indonesia, untuk lihat berita terbaru soal kebijakan penerbangan internasional. Saya masih ingat waktu itu saking hopeless-nya dengan situasi Indonesia dimana pemerintah terus menerus memperpanjang PPKM, ummi suruh saya tanya ke si mas apa dia masih bersedia menunggu? Ummi gak ingin situasi yang gak jelas ini jadi penghalang si mas yang barangkali ingin segera menikah dan menemukan perempuan yang lebih baik di Maroko sana. Belum lagi biaya yang dikeluarkan juga gak sedikit, ummi khawatir uang ybs habis cuma u/ reschedule tiket yang gak jelas kapan bordrer-nya beneran dibuka.

Saya sampaikan semuanya ke si mas, dan jawaban ybs "Insya Allah aku bersedia menunggu. Kita sama-sama sudah istikhara sebelum memulai semuanya, sekarang semua terserah Allah. Kalau memang Allah redha, pasti jalannya dipermudah.". Husnudzhon banget ya Allah. Karena si mas komitmen begitu, kami pun juga berkomitmen serupa. Saya ingat waktu itu ummi sempat cerita ada kawannya yang tetiba menawarkan punya teman ikhwan yang belum menikah barangkali cocok mau dikenalkan dengan saya. Ummi tolak dengan sopan dan bilang "Maaf, Jannah juga sedang proses dengan seseorang, belum bisa di spill siapanya. Tapi mohon do'anya.".


Oke, kita stop sampai sini dulu, hehe. Apakah ini akan jadi penundaan penerbangan yang terakhir? Atau ada penundaan penerbangan ketiga? Apakah si mas akhirnya tiba di Indonesia pada 30 Maret 2022? Insya Allah saya lanjutkan di Our Stories episode berikutnya. Yakin wes, perjalanan kami terlalu menarik untuk dilewatkan. Dramanya beneran menguras air mata. Kalo dibilang capek, ya banget. Tapi memang tidak ada yang mudah dalam menjemput redha Allah. 

Kami berdua punya niat baik dalam rangka melaksanakan syari'at Allah yang juga sunnah baginda Nabi  yakni menyempurnakan separuh agama. Kita memulainya dengan melibatkan Allah, sampai akhir semua hasilnya terserah Allah. Saya tulis semua disini biar jadi kenangan yang bisa dibaca-baca dan diambil hikmahnya oleh siapapun yang ingin merajut cinta yang diredhai Allah. Cukup sekian dan matur tengkyu...^^
Emjannah
Perempuan absurd berusia 28 tahun (march 2022), yang kerap mengandalkan mood tiap mau nulis blog. Isinya kadang lawak, kadang serius, kadang curhat, kadang puitis. Tapi seringnya sih nyampah sama tulisan - tulisan tentang kesehariannya yang biasa - biasa aja.

Related Posts

Post a Comment