Kemampuan Masak dan Menikah

February 24, 2023
Katanya, orang yang sering upload foto masak-masak berarti gak pernah masak. Eh, tolong itu yang ngomong sini mendekat, biar saya bisikin. Lha ya memang! Makanya sekalinya masak jadi norak macam saya, sedikit-sedikit upload di sosmed, biar orang tau kalau saya juga bisa masak. Hehe. Kalo yang udah veteran mah gak bakal kepikiran mau upload-upload kecuali doski emang jualan. Yakan hari-harinya juga udah masak.

Semenjak menikah apalagi setelah merantau ikut suami ke Maroko, saya yang awalnya kerja kantoran dan alih status jadi full time ibu rumah tangga tetiba punya banyak waktu luang. Apalagi jauh dari tanah kelahiran dengan diferensiasi budaya makanan yang beda jauh antara Maroko dengan Indonesia (Kalian bisa baca di tulisan saya sebelumnya: Maroko dan Makanannya), otomatis bikin pemakan nasi macam saya mau gak mau harus masak sendiri.

Anak Perempuan Tidak Bisa Masak?!

Kalau dulu di Indonesia bisa easy peasy jajan keluar or even order gofood ketika mager, nah di Maroko? yo jelas ning kene ora iso toh yo. Bahkan di rumah pun, ummi yang paling tahu bagaimana anak perempuan satu-satunya ini tidak mewarisi satupun skill memasak dari ybs. Beberapa kemampuan masak yang bisa saya banggakan pol-pol'an ya masak air, masak nasi, ngindomie & goreng-goreng tempe or instant food macam nuget, sosis, dlsb. Itupun dengan catatan ndak mager. Karena biasanya lebih dominan magernya daripada inisiatif masakin buat orang rumah. Akhirnya jadilah saya seonggok anak perempuan tak berguna yang selalu nunggu ibunda kelar masak baru ikutan makan.

Bahkan setelah menikah pun dan satu tahun masih tinggal dengan orang tua, hampir tidak ada yang banyak berubah selain saya jadi bisa masak pizza, cireng & nasi balap puyung. Udah itu doang. Saya bahkan bisa dibilang hampir gak pernah masakin makanan untuk si mas. Karena doski hobi sehat-sehat dan no goreng-goreng yang jelas berkebalikan banget dengan saya yang seorang junk food lovers, akhirnya urusan masak makanan ybs saya pasrahkan ke dirinya sendiri. Silahkan pakai dapur dan masak apapun yang diinginkan. Even urusan belanjanya pun saya bebasin si mas yang berangkat ke pasar untuk belanja sendiri. Beda tipis kan istri mager dan istri durhaka, haha. Tapi gak gitu gaes, saya punya suami ini mayan perhitungan soal harga-harga, beda 500 perak aja bisa jadi bahasan panjang, makanya daripada berantem gegara saya beliin wortel 1kg harga 4rb padahal di toko lain yang dia tau ada yang jual 1kg 3rb, ya mending suruh belanja sendiri aja. So, praktis. 1 tahun pertama jadi istri skill masak saya gak banyak berkembang.

Pizza pertama saya setelah menikah

Trus ada yang nanya, memangnya di rumah gak pernah bantuin Umminya masak? Oya pernah dong, tapi bantuin Ummi masak itu seringnya berakhir jadi ajang perang dunia. Saya yang dasarnya gak pernah masak, tiap bantuin kebanyakan nanyanya, mulai dari nanya ini bawang/cabenya diiris panjang atau bulat? Ini gilingnya sampai halus? Ini yang bulat lebih kecil merica atau ketumbar? Dan pertanyaan lainnya yang akhirnya memancing emosi Ibunda yang dasarnya paling gak suka ditanyain kalo pas masak. 

Jangankan ditanyain begitu, misalnya pas saya mau nyoba masak sop sendiri terus nanya resep, kalian tahu apa jawaban Ummi? Aduh, pokoknya bumbunya dikira-kira aja, bawang putihnya dikira, jahenya dikira, gula garamnya juga dikira. Lha, saya yang nanya ya emosi dong, dikira-kira itu seberapa ya Allah??? Mohon tunjukkan jalan-Mu!!!! Makanya, demi kesehatan jiwa dan raga, udahlah biarkan Ummi memasak dengan tenang, dan saya menikmati masakannya setelah jadi. Hehe.

Belajar Masak di Negeri Orang, Mudah Atau Susah?

Balik lagi ke kondisi saya sekarang yang syudah tinggal di Maroko. Banyaknya waktu luang dan keterbatasan selama tinggal disini bikin saya mau gak mau mengasah skill memasak. Bahkan saya bisa dibilang makin jago untuk urusan ngakali dalam hal masak. Tak ada rotan, akarpun jadi. Iya, at first yang saya lakukan kalau pengen makan sesuatu yang ofcourse only available in Indonesia and i can't find and buy it in here, saya bakal googling resepnya. Tak lupa dengan embel-embel keyword "simpel/sederhana/mudah/gampang". Jadi misal pengen ngebakso, pasti saya carinya "resep bakso simpel". Nah, pas di-list bahannya ternyata ada yang gak bisa didapat disini, saya ganti keyword-nya "resep bakso simpel tanpa tepung tapioka". Dan somehow, cara ini selalu sukses menyasarkan saya ke sebuah resep yang beneran simpel dengan bahan yang bisa saya peroleh.

Nasi balap puyung eksperimen

Kemampuan ngakali ini bener-bener diperlukan banget untuk bisa survive and enjoy the lyfe even when you living far away from your hometown. Ya gimana, Indonesia sama Maroko aja secara benua udah beda, komoditinya sudah pasti banyak yang beda juga. Apalagi as part of Asian, masakan-masakan kita itu kaya rempah-rempah nan segar. Lha di Maroko, bisa dapet rempah-rempah yang bubuk aja udah alhamdulillah. Dan sayangnya terlalu banyak rempah-rempah kita yang syulit didapat disini.

Dudulnya, saya berangkat kesini untuk pertama kalinya saking nyantainya beneran unprepared. Gak kepikiran mau bawa bumbu-bumbuan dari Indonesia ke Maroko. Repot sendiri sama buntelan kain, daripada ngurusin survival kit untuk masak-masak a.k.a bomboe dapoer. Tiap diingetin Ibunda dengan santay nyahut "Ntar aja mi, beli di Jawa". Eh taunya pas di Jawa udah gak kepikiran belanja bumbu saking riweuhnya sama urusan dokumen-dokumen ke kedutaan dan kemenkumham.

Apa Harus Bisa Masak Baru Menikah?

Oke, jadi sudah sepanjang ini opo kaitan'e dengan judul tulisan ini "Kemampuan Memasak dan Menikah"? Well, as I told you living far a way from my hometown after marriage, seenggaknya bikin seorang Miftahul Jannah makin kreatif untuk mengasah skill-nya di dapur. Meskipun awalnya saya hanyalah seonggok anak gadis tak berguna, yang bahkan setahun setelah menikah juga masih gak banyak berguna di dapur, ya pada akhirnya sesuai kodratnya sebagai perempuan, perlahan tapi pasti skill memasak saya berkembang. And i'm pretty sure, it'll grow more when my children born latter. Makanya, sejak awal saya gak pernah menjadikan persoalan punya skill masak itu wajib dimiliki sebelum mulai melangkah ke jenjang pernikahan. Dan ndilalah'e Allah ya mengkaruniakan saya suami yang sejak awal juga gak menjadikan ini persoalan pelik. Doski santai aja punya istri gak bisa masak.

Masakin ayahanda setelah menikah (oseng tauge, tempe goreng, kulit ayam krispi & ayam suwir pedas)

Masakin si mas yg anti goreng-goreng (ubi rebus dan ikan pari panggang bumbu kuning)

Bukan apa-apa, karena yang saya lihat di Indonesia sendiri masih banyak ibu-ibu yang demand banget ke anak gadisnya "Kamu itu harus pinter masak, pandai urus dapur sebelum nikah. Kalo gak nanti gak ada laki-laki yang mau nikah sama kamu." But in the other hand as a mother they forgot to teach them with patient. Keburu kesel dan emosi deluan, yang akhirnya nggarai para anak gadis enggan belajar. Emak saya termasuk salah satunya. Yeah i can't really blame her, karena saya tahu banget ceritanya dari beliau, pas gadis dulu pun nenek juga gak hobi ngajarin para anak gadisnya masak di dapur. Karena nenek saya ini orangnya cekatan, jadi emosian kalo lihat yang diajarin lambat. Makanya nenek lebih milih ngerjain semuanya sendiri. And at the end, ummi pun belajar memasak otodidak by herself, bahkan sampai punya booklet yang isinya tempelan resep-resep masakan dari berbagai majalah.

Padahal kan ya everything need a process. Semua pernah jadi newbie dan semua akan professional pada waktunya. Cuma ya begitulah. Meskipun untuk sekarang saya bertekad kalo nanti jadi mamak-mamak dan punya anak gadis mau ngebiasain mereka dengan environtment bantu-bantu di dapur dari kecil, but who know at the end i'll become mamak-mamak kurang sabar yang demanding tapi ogah ngajarin juga karena faktor usia, hehe.

Menikahlah Dan Kau Akan Belajar Masak Dengan Sendirinya

Yah intinya ladies, terutama untuk yang belum menikah. Don't worry be happy kalau sekarang kalian belum bisa masak sama sekali. Gak perlu mundur alon-alon kalau ada lamaran dari seseorang juga, cuma gegara kalian belum bisa masak. Itu bukan syarat wajib menikah. You can explain to them about your condition, kalau mereka menerimanya ya lanjutkan, but if they can’t accept it, ya berarti dia bukan jodohmu. Karena sebagai perempuan, emang memasak itu naluriyah banget. Apalagi ketika sudah punya pendamping hidup yang perlu diurus dan diperhatikan, rasanya bangga banget kalo bisa masakin sesuatu yang meskipun awal-awalnya itu hanyalah sebuah eksperimen.

Bolu “Don’t judge a bolu by it’s cover”

Sebagai contoh, saya sering bikin pizza pun ya sejak punya suami bule Arab. Si mas yang seorang pemakan roti di negara asalnya pas diceritain kalo seorang Jannah pas gadis pernah masak pizza (meski waktu itu termasuk gagal nguleni doughnya, gosong pula dasarnya), penasaran dan pengen ngerasain. Jadilah saya riset di youtube dan ngulik-ngulik tutorial bikin pizza mana yang simpel and will be a big success. Apalagi waktu itu si mas baru belanja oven baru, karena butuh untuk panggang-panggang lauk. As I told you, beliau anti goreng-goreng, jadi lebih prefer panggang-panggang.

Trus karena ybs juga tydac suka instant food, dimana yang namanya saus-saus'an itu termasuk part of instant food, akhirnya saya pun nyari resep simpel lain yang jelasin cara bikin saus pizza a.k.a saus bolognase home made. Inget banget pas masih di Indonesia gegara nyari daging giling itu payah dan mahal, saya cincang-cincang sendiri daging ayam sampai halus pakai pisau daging. Dan ketika pada akhirnya saya berhasil bikin pizza dengan saus home made untuk dihidangkan ke si mas, rasanya bangga banget. Apalagi setelah nyicip masakan apapun, si mas ini ringan banget untuk memuji istrinya, maka makin besar lah kepala seorang Miftahul Jannah yang biasanya tidak pernah memasak. Hehe.

Dan memang gegara itu saya makin berani nyoba. Ulik-ulik resep online, trus selama bahannya bisa didapat, gas bikin and even it's not goes well, i'll definietly learn from my mistake. Iya, belajar dari kesalahan itu juga nantinya by nature kok. Bagian dari naluri sebagai seorang perempuan dan istri juga. 

Ketika di Maroko saya pernah nyoba masak sop ayam dengan berbekal sedikit ingatan pas di Indonesia. Kata ummi bumbunya cuma bawang putih, jahe, gula, garam & lada. Nyobalah saya eksekusi karena pas dicek di dapur ummi mertua bahannya ada semua. Kesalahan saya waktu itu dua, saya lupa kalau resep ummi itu gak pakai bawang merah dan malah improvisasi masukin itu as a bumbu. Selain itu, saya yang bingung bedain mana lada mana ketumbar malah berakhir masukin ketumbar ke sop bikinan saya. Alhasil rasanya ora ngalor, ora ngidul. Meskipun sama Ummi mertua dipuji, tapi saya yang tau rasa aslinya gimana tetap merasa gak puas.

Bakpao isi coklat eksperimen

But as i told you, after i realize my mistakes, saya perbaiki di kesempatan berikutnya dengan bikin sesuai panduan. Btw gini-gini Ummi saya lihat progres kemampuan saya, bahkan kata beliau "Makin terasah kemampuan mba' dalam dunia permasakan.". Hehe, I'm really proud of my self, seenggaknya merantau memberikan dampak positif dalam berkembangnya life skill saya, terutama dalam hal memasak dan mengurus dapur. Meskipun untuk sekarang saya masih memasak  untuk diri sendiri dan sesekali masak yang beneran untuk dinikmati dengan si mas dan Ummi mertua, but at least i try my best as a woman and as a wife.

Jadi nduk, jangan takut tidak ada laki-laki yang mau menikah denganmu hanya karena kamu belum bisa masak. Kalau sekarang memang belum ada keinginan untuk belajar masak, percaya wes nanti setelah menikah kamu akan belajar memasak dan menguasai skill tersebut dengan sendirinya. Memang iya, alangkah lebih baiknya jika anak gadis sudah menguasai basic skill di dapur bahkan sebelum menikah, tapi jangan jadikan itu standar apalagi syarat wajib baru bisa menikah. Tidak ada kaitan antara kemampuan memasakmu dengan menikah. Kan perintahnya, menikahlah bila mampu, bukan menikahlah bila sudah bisa masak. Semangat menjemput belahan jiwa dan melatih skill memasak wahai kalian...^^

No comments:

Powered by Blogger.