Menangis Sekarang Untuk Tertawa Nanti

June 26, 2016



Hanya karena Allah karuniakan kita kehidupan yang senang, kita merasa tak butuh dia. Jangankan berdo'a meminta, do'a ibu-bapa tiap selesai sholat saja kerap lupa.

Merasa bahagia tiap uang saku bulanan berlebih, sampai - sampai lupa berterima kasih. Waktu luang begitu banyak habis untuk bercanda-tawa, tak jarang terasa kurang. Sampai malam pun masih terbahak menertawakan macam  - macam.

Kita tak sadar, tawa kita sekarang ini, bisa jadi tangisan pilu dikemudian hari.

Hidup ini tak langsung berakhir begitu kita mati. Akan ada kehidupan lain yang menanti kita setelahnya. Nyaman tidaknya hidup kita disana tergantung seberapa banyak kebaikan yang kita perbuat hari ini.

Jangan jadi naif, karena merasa masih muda dan masih punya banyak waktu, kita jadi menunda - nunda menjemput kebaikan. Ingat, soal usia kita sampai kapan itu tak ada yang tahu kecuali Dia. Banyak orang mati muda adalah bukti kalau mati tidak harus menunggu tua. Siapa yang tahu setelah kita baca tulisan ini sudah ada malaikat Izrail menanti disebelah kita?

Maka persiapkan!

Abaikan semua "nanti - nanti" yang menggoda, karena mati tidak pernah mengenal kata nanti. Hidup sekali memang harus dinikmati, tapi jangan sampai menjauhkan kita dari Illahi. Kan membanggakan jika bisa berprestasi, bukan cuma hang out sana sini.

Jangan lupa selalu do'akan orang tua, minta maaf jika pernah salah, entah itu sikap atau kata. Kan redha mereka redha Allah juga. Jangan sampai pintu surga-Nya tidak terbuka gara - gara durhaka kita pada ibu-bapa.

Mumpung masih muda, perbanyak amal ibadah. Nanti keburu tua, sudah tak bisa apa - apa. Iya kalau umur kita sampai tua, kalau ternyata mati muda? Jangan terlena dengan gemerlap dunia, toh tidak ada satupun yang akan kita bawa ke alam barzakh selain amal ibadah, jadi untuk apa terus foya - foya.

Sakitnya memang bukan disini, tapi nanti. Waktu sudah mati dan tak bawa bekal mencukupi. Dihimpit tanah kanan kiri, gelap gulita disetiap sisi. Menangis sudah tak lagi berarti. Jadi jangan mimpi, minta diampuni.

Hidup sekali, matipun sekali. Mau jadi baik jangan lagi menunggu "nanti" kalau tak mau menyesal dikemudian hari.

Makanya lebih baik menangis saat ini, daripada menangis nanti.





Yogyakarta, 13 April 2016



P.S: Ini tulisan sudah nangkring di draft dari akhir tahun 2015, gak selesai - selesai ditulis. Sampai akhirnya sekitar bulan april 2016 saya diminta tolongin oleh adik kelas di SMP saya untuk bikin tulisan buat salah satu rubrik di majalah tahunan yang dikerjakan siswi - siswi disana. Saya putuskan untuk merampungkan tulisan ini, maka jadilah tulisan ini dimuat di majalah Nafi'ah edisi tahun 2016.

No comments:

Powered by Blogger.