Menghidupkan Musik Keras-Keras dan Adab Bertetangga

Post a Comment
Living in Indonesia, terutama di Sumatera Utara, kalian pasti sudah gak asing dengan kebiasaan menghidupkan musik keras-keras ini. Gak jarang pagi hari yang harusnya syahdu mendengarkan burung-burung berkicau sambil menghirup udara segar pagi hari, langsung buyar ketika mendengar tetangga memulai paginya dengan menyetel musik dengan volume diluar batas wajar. Atau di siang hari dimana kamu ingin mengistirahatkan kepala sejenak setelah penat mengurus segala pekerjaan rumah, tetiba tetangga kalian yang lain menyetel lagu Kuch Kuch Hotahei-nya Syahruk Khan dengan keras. Dan terakhir, ketika di malam hari yang normalnya orang-orang gunakan untuk beristirahat total setelah beraktifitas seharian penuh, tapi lagi-lagi terpaksa bersabar ketika tetangga kalian memulai kegiatan karaoke malamnya yang lagi-lagi dengan volume tinggi.

Intinya, tidak kenal waktu tidak kenal batas, they turn on their music with high volume because it's already become some kind of traditional culture di masyarakat. Tetangga lainnya males ribut dan memutuskan untuk bersabar, tapi yang nyetel musik banter-banter ngelunjak karena merasa tidak ada yang menegur, yang artinya semua orang tidak menganggap perbuatan mereka merupakan sesuatu hal yang mengganggu ketertiban umum dan melanggar hak orang lain.

Bertetangga Dengan Penikmat Musik Garis "KERAS"

Believe me, i lived with this kind of neighbour for many years. Ketika masih bocil dan masih tinggal di rumah nenek, we have this kind of neighbour, yang tiap paginya selalu nyetel lagu keras-keras. Apalagi setelah nenek memutuskan membeli rumah tetangga di sebelah kanan dan menyulapnya menjadi rumah kontrakan 3 pintu. Penguninya memang kerap berubah-rubah, tapi percayalah 1 penyewa dari 3 penyewa rumah kontrakan nenek pasti selalu ada yang punya hobi nyetel musik banter-banter.

Even when i'm living in dorm while continue my education at Jogja. Ada aja tetangga yang kalo nyetel dangdut tidak kenal waktu dan dengan volume kencang. Di kos'an terakhir saya sebelum graduated from university bahkan bertetangga dengan non-muslim yang kebetulan part of paduan suara gereja gitu, jadi almost every night they have practice dan suaranya beneran nyaring sampai ke kamar saya yang letaknya termasuk agak ke dalam.

Pokoknya, tetangga model begini itu ada dimana-mana. Yang kalau kita lawani dibilangnya kita yang "over sensitif", padahal mah ini cuma persoalan sederhana yang bahkan kalau kamu hidup as an Indonesian who takes school in Indonesia, hal tersebut diajarkan sejak kamu duduk dibangku Sekolah Dasar, dimana kamu cukup punya tenggang rasa; you're not living alone, so as social person you must know how to positioning your self as other people and understand their feelings. Ketika aku berbuat begini, bagaimana ya perasaan orang lain?

Perlukah Tenggang Rasa Dalam Bertetangga?

Baiklah, kalau masih gak nyambung, kita bahas tenggang rasanya dulu deh sebelum masuk bahas soal adab bertetangga. Anggap mengulang kembali pelajaran jaman dahulu. If we look inside KBBI, tenggang rasa adalah sikap dapat (ikut) menghargai dan menghormati perasaan orang lain. Yang mana bertenggang rasa dalam bertetangga means kamu harus bisa menghargai, menghormati perasaan atau kepentingan tetangga-tetangga kamu. Dalam hal apa? Kan tiap orang punya kepentingan, mereka yang nyetel musik atau karaokean keras-keras ya itukan kepentingan mereka juga, harusnya tetangga lain menghargai dong. Well, well, well, kepentingan disini tentu yang maslahatnya untuk orang banyak, bukan untuk kesenangan pribadimu semata. Gitu loh le, nduk, mba', mas, bu, pak!

Bertetangga itu jelas sangat memerlukan yang namanya tenggang rasa, makanya seperti yang saya bilang tadi, hal ini bahkan sudah diajarkan sejak kamu masih bocil yang gak tau apa-apa. Biar itu terbentuk menjadi karakter, and you'll grow up become a well educated adult who know how to apreciate other people rights, ndak egois gitu. Cuma sayangnya di Indonesia sendiri, pendidikan karakter di sekolah sering gak teraplikasikan di rumah gegara orang tua banyak abai dan menganggap ya mendidik itu tugasnya guru semata. Hanya terima bersih, anak saya punya good manners and good akhlak. Mereka lupa, practice makes perfect. Di sekolah diajarkan tenggang rasa, di rumah tidak ditunjukkan praktek bertenggang rasa dalam keseharian, akhirnya ya buyar. Ini yang nggarai gedenya jadi bibit-bibit orang yang hobi mengganggu orang lain tapi gak sadar kalau dirinya sebenarnya mengganggu.

Coba deh kalian googling dengan keyword "Karaoke mengganggu atau tidak" di google. I've tried this before and you know what i found? Deretan artikel dan pertanyaan dari orang-orang lainnya yang juga merasa terganggu dengan mereka-mereka yang hobi karaokean atau nyetel musik keras-keras dan tak kenal waktu. That's mean, bukan saya seorang yang terlalu sensitif, tapi kalian pelaku yang tidak sensitif, tenggang rasanya tidak terasah. Karena buktinya diluar sana banyak yang mengeluhkan hal serupa.

Bahkan di salah satu akun twitter @SeputarTetangga yang suka repost keluh kesah orang-orang bertetangga, saya banyak dapat info orang-orang yang mengeluhkan punya tetangga gemar nyetel musik/karaokean keras-keras tidak kenal waktu, dan parahnya ketika ditegur mereka gak merasa itu keras dan malah ngamuk-ngamuk balik ke yang menegur. So at the end, most people choose to avoid to have conflict when confronted this kind of human. Orang tua saya salah satunya, memilih bersabar ketika punya tetangga tipe begini. Meskipun sayanya sebagai anak aslinya gak bisa sabar, maunya negur langsung, tapi gak mau bikin hubungan orang tua dengan tetangga jadi runyam. So i hold my self, because i still apreciate my parents choice.

Kalau Terganggu Suaranya Ditegur Dong

Percaya wes, meskipun sebenarnya ini perkara sensitifitas yang artinya kalau kamu sensitif, tanpa perlu menunggu ditegur oleh orang lain ya kecilkan dong volume-nya, but yes we tried. Ah not we, my parents tried. Pertama kali saya pulang kampung setelah merantau dan mendengarkan langsung tetangga-tetangga yang hobi nyetel musik/karaokean dengan volume keras, saya tanya Ummi "Itu gak pernah ditegur mi? Mengganggu banget loh." And Ummi said, "Ditegur juga percuma mba'. Dulu pernah mereka punya acara kumpul-kumpul sampai malam, mereka memang izin mau nyetel musik agak kencang dan bilang cuma sampai jam sekian. Trus pas udah lebih dari jam sekian kok masih lanjut, jadi ummi kirim sms lah minta tolong dipelankan karena sudah larut malam. Eh, besoknya jumpa Abi, Abinya didiamkan. Padahal waktu itu saking kencangnya musiknya, jendela kamar sampai bergetar loh mba'."

Dan sejak saat itu Ummi dan Abi memilih bersabar. Kalau bercandanya kami di keluarga "Nanti kita tagihnya di akhirat aja, kompensasi terganggu selama di dunia. Biar jadi pemberat amal.". Dan ketika siapapun tetangga yang sedang nyetel musik atau karaokean keras-keras terlepas memang sedang punya hajat atau tidak, kami kekeh-kekeh sambil ngecek jendela rumah bergetar atau tidak karena kerasnya suara musik. Apa kami sudah tidak terganggu? Ya sebenarnya masih, tapi memilih bersabar dan menghindari konflik. Berharapnya sih suatu hari mereka sadar sendiri kalau perbuatannya itu mengganggu waktu istirahat orang lain, tapi soal sadarnya kapan? Ya wallahu a'lam bisshowab.

Saya yakin beberapa dari kalian yang baca ini juga pernah berada diposisi itu, sudah mencoba menegur malah berakhir jadi konflik gegara yang ditegur ndak merasa salah. Merasa sudah bener menghidupkan musiknya di dalam rumah, tapi lupa kalau suaranya over sampai kemana-mana. Jadi ya berikutnya ketika jumpa yang model beginian mending bersabar dan didiamkan saja, dido'akan biar Allah yang menggerakkan hatinya untuk berubah. Dan kita tentu tau, namanya bertetangga ini apalagi ketika sudah tinggal di rumah sendiri kalau berkonflik pasti amat sangat tidak nyaman. Makanya, rather than living uncomfortable for the rest of the life, ya mending sabar. Udah itu solusi paling masuk akal.

Menjaga Adab Bertetangga Untuk Menghindari Konflik

Kalau mau bicara aturan hukum pidana, sebenernya perkara hingar-bingar musik tetangga yang mengganggu ini diatur dalam KUHP. Bahkan aturan terbarunya kamu bisa dijerat pasal dan dikenai denda maksimal 10 juta jika memang terbukti mengganggu tetangga dengan membuat hingar-bingar atau berisik di malam hari. Tapi itukan bicara hukum manusia ya. Kalau sebagai seorang muslim, let's just talk about adab, sebuah aturan Allah yang diciptakan untuk membuat kehidupan manusia lebih teratur. Konflik bertetangga tadi tentu bisa dihindari ketika semua orang bisa menerapkan adab bertetangga dengan baik.

Diluar negeri terutama yang memang negara dengan mayoritas non-muslim, perkara bertetangga ini diatur bahkan dalam banyak undang-undangnya. Jangankan mengganggu tetangga dengan "berisik", di beberapa negara Eropa, rumah kamu bahkan bisa didatangi polisi cuma gegara ada tetangga yang lapor ketika kamu masak jenis makanan yang aromanya mengganggu mereka. Misal nih, kamu masak ikan asin atau sambal terasi, kalian tau lah ya kalau masak dua jenis masakan ini pasti aromanya semerbak luar binasa. Jangankan satu rumah, rumah tetangga pun bisa terkirim aromanya. Dan itu termasuk bentuk gangguan loh. So be grateful karena di Indonesia kita bebas goreng ikan asin atau terasi tanpa takut terjerat pidana. Even you should be grateful, karena orang Indonesia yang menjunjung adat ketimuran gak gampang main lapor-lapor polisi meskipun terganggu oleh kelakuan tetangganya setengah mati.

Tapi terlepas dari itu, we still need to look back again to our adab. Karena kita orang Islam, semua perikehidupan kita itu sudah diatur dalam Islam, termasuk adab bertetangga tadi. Tidak mengganggu tetangga itu termasuk bagian dari adab bertetangga yang diajarkan Nabi. Nah menyetel musik/karaoke dengana volume keras apalagi diwaktu-waktu istirahat sudah pasti mengganggu. Seharusnya tidak perlu menunggu teguran dari orang lain untuk memelankan volume-nya jika sebagai muslim kamu paham soal "tidak mengganggu tetangga" merupakan bagian dari adab bertetangga.

Let me pick two famous hadits from prophet Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam sebagai pengingat kita bersama:

"Tidak akan masuk surga, orang yang tetangganya tidak merasa aman dari keburukannya."
[H.R. Muslim no.46]

Atau,

"Demi Allah tidak beriman! Demi Allah tidak beriman! Demi Allah tidak beriman! Beliau ditanya, 'Siapa wahai Rasulullah?' Jawab beliau 'Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.'"
[H.R. Bukhari no.6016]

Kerasnya Rasulullah membahas perkara bertetangga ini ditunjukkan dengan ungkapan "Laa yu'minu" tidaklah beriman dan "Laa yadkhulul jannah" tidaklah masuk surga. Artinya, menjaga adab dalam bertetangga bukanlah hal remeh yang bisa kamu sepelekan dengan mengabaikan hak-hak orang lain, karena kamu bisa dicap tidak beriman dan bahkan bisa diganjar dengan tidak boleh masuk surga. Padahal sebagai muslim, goal akhir kita hidup di dunia ini kan untuk mempersiapkan akhirat kita dan masuk ke surga-Nya Allah. So, pahami konteks haditsnya dan kalau toh memang ternyata kalian yang baca tulisan ini ada yang termasuk masih suka abai dengan hak-hak tetangganya, tidak perlu merasa tersindir. Jadikan ini pelajaran, yang sudah berlalu biarlah berlalu, sekarang perbaiki diri agar menjadi tetangga yang lebih beradab dan tidak mendzalimi hak-hak tetangganya.

Kecilkan Volume Musikmu Dan Perhatikan Adab Bertetanggamu

Saya tidak mengharamkan musik, karena itu bukan kapasitas saya. Saya hanya membagikan yang saya tahu soal adab bertetangga. Silahkan kalian menghidupkan musik di rumah kalian, tapi dengan tetap menjaga kesadaran dan kewajaran akan volume-nya dan kapan waktunya. Bukan mentang-mentang merasa nyetelnya di dalam rumah, trus pas tetiba ada tetangga yang komplain malah ngambek atau bahkan ngegas balik. Iya nyetelnya di dalam rumah, volumenya juga harusnya yang sekedar bisa didengar di dalam rumah, bukan yang sampai ujung gang kedengaran. Dan terakhir tahu waktu! That's it.

Manusia itu tempatnya salah, makanya perlu diingatkan. Jadi banyak-banyak bersyukur ketika masih ada yang mau mengingatkan. Saya pernah bahas sedikit soal ini di salah satu status WA saya, ketika bikin perbandingan about my living experience setelah tinggal 3 bulan di Maroko dan tidak pernah terganggu dengan tetangga yang menghidupkan musik keras-keras. Sesuatu yang berbeda sekali dengan di Indonesia. Saya bahas secara umum sesuai dengan kenyataan di lapangan, but somehow ada beberapa yang kesentil. Makanya, saya putuskan untuk bahas lebih detail disini.

Kalau sampai saat ini kalian yang hobi menghidupkan musik atau karaokean keras-keras merasa tidak ada yang pernah komplain? Well, percayalah itu karena kebaikan dan kemakluman tetangga-tetangga kalian. Bukan karena mereka merasa enjoy dan ikut menikmati musikmu. Mereka orang-orang yang menjaga perasaan orang lain, meskipun yang dijaga perasaannya kerap tidak peduli.

Tapi serius loh, selama di Maroko saya gak pernah dengar tetangga menghidupkan musik keras-keras. Some of them still listening music, seperti ketika saya dan si mas naik taksi ke Ifrane atau ketika kami jajan tacos di salah satu restoran. Mereka menghidupkan musik dengan volume wajar. Gak macam abang-abang angkot di Indonesia yang setel musik ajeb-ajeb sampai bikin pekak kuping. Ada sih beberapa yang nyetel begitu di mobil pribadinya, but mostly mereka adalah orang-orang kaya bermobil norak. Bahkan tiap ke kota trus tetiba disalip mobil begini, si mas yang dengar pun auto istighfar.

Ya intinya begitu. Menurut saya pribadi, sebuah budaya yang tidak membawa maslahat kepada orang lain seharusnya tidak dilestarikan. Sama seperti budaya ketika seseorang punya hajatan sengaja menyetel musik dengan sound system menggelegar. Padahal sejatinya merayakan sesuatu dan mengundang orang-orang banyak itu kan untuk menjalin silaturahmi. Sekarang pertanyaannya, gimana mau silaturahmi kalau ngobrol aja syulit karena kuping pekak akibat speaker hajatan yang disetel kencang kurang kencang.

Pada akhirnya pilihan ditangan kalian, mau jadi tetangga yang menjaga adab bertetangganya, atau still being egoist person until the end. Semoga Allah menjaga kita dari sifat-sifat buruk ketika bertetangga, aamiin aamiin aamiin yaa raabbal'alamiin...
Emjannah
Perempuan absurd berusia 28 tahun (march 2022), yang kerap mengandalkan mood tiap mau nulis blog. Isinya kadang lawak, kadang serius, kadang curhat, kadang puitis. Tapi seringnya sih nyampah sama tulisan - tulisan tentang kesehariannya yang biasa - biasa aja.

Related Posts

Post a Comment