Ngobrol Panjang Lebar Soal Jodoh
Menemukan seseorang diantara milyaran manusia yang akan mendampingimu disisa usia bisa dibilang susah-susah gampang. Bahkan Adam dan Hawa saja ketika pertama kali diturunkan ke bumi, harus melalui berbagai rintangan untuk akhirnya berjumpa kembali. Secara ketika doski berdua diturunkan akibat konsekuensi dari melanggar larangan Allah yakni memakan buah Khuldi, Allah tidak serta merta menurunkan mereka di satu tempat yang sama, tapi di dua belahan bumi yang berbeda.
Kebayangkan sebagai dua manusia pertama, mereka harus melanglang buana di bumi yang masih kosong melompong dari kehidupan selain hewan, tumbuhan & jin untuk saling menemukan. Tapi ya memang dasarnya jodoh, Allah sudah menakdirkan mereka bersama. Bii idznillah mereka bersatu kembali hingga lahirlah anak-cucu adam yang kelak semakin berlipat ganda jumlahnya dan menyebar di seluruh belahan bumi menjadi ±8 milyar manusia saat ini.
Nah, dari sini udah kebayang kan hikmah yang bisa dipetik? Yupz, apapun ceritanya, berapa tahunpun lamanya, selama kita tidak berhenti dengan ikhtiar dan tawakal kita kepada Allah dalam menjemput belahan jiwa, yakinlah bahwa akan tiba saatnya Allah mempertemukan kita dengan dia yang namanya sudah tertulis di lauhil mahfudz sebagai sang pemilik tulang rusuk atau si tulang rusuk yang hilang.
Tapi untuk mencapai itu semua tentu ada persiapan-persiapan yang diperlukan, baik itu persiapan secara lahir maupun batin. Nah, kalau dirinci nih based on pengalaman pribadi saya sebagai hamba dudul yg awalnya santay-santay soal menikah tapi end up ditabok realita bahwa usia yang tak lagi muda dan kudu siap melanjutkan proses kehidupan berikutnya untuk menikah dan berkembang biak (eh). Kira-kira bisa saya petaka urutan prosesnya itu dimulai dari:
Mengumpulkan Niat Untuk Menikah
Serius lah, niat ini beneran dasar banget dalam melakukan tindakan apapun gak cuma perkara menjemput jodoh. Kita bangun tidur aja kalau gak niat ya alamat molor lagi beberapa menit or even beberapa jam kedepan. Makanya as a moslem, perkara niat ini diingetin banget di hadits pertama syarah Arba'in yang bunyinya "Innamal a'malu binniyat...", setiap amal itu bergantung pada niatnya.
Perkara memunculkan niat ini sendiri bukan yang sekedarnya ya, tapi memang beneran niat dengan sepenuh hati sampai akhirnya tercermin melalui perbuatan. Jadi kalau memang niat menjemput jodoh, ya mulai dengan melakukan hal-hal yang sekiranya akan mendekatkan kamu dengan si dia. Eh, tapi bukan dengan pacaran yupz. Kita disini bicara dalam konteks menjemput jodoh tanpa melanggar aturan-aturan Allah. Nanti kita bahas di step berikutnya.
To be honest, saya pribadi bahkan sampai ketika dikabari ibunda dan adek lanang ada laki-laki dari negeri Maghribi yang mau serius, masih gak kepikiran nikah. Dulu sih iya, diawal usia 20'an sempat kepikiran pengen nikah. Apalagi lihat satu persatu kawan sebaya mulai melepas masa lajang, terseliplah rasa iri (tanpa dengki) "ah, pengen deh nikah muda kaya' mereka". Belum lagi si Abi yang ditiap kesempatan juga nyoba memancing-mancing percakapan kearah sana, bahkan disalah satunya menawarkan salah seorang koleganya di tempat kerja yang usianya tidak berbeda jauh dengan saya (bukan sebaya abi yupz -3-").
Udah gitu, waktu itu saya juga punya idealisme pengen nikah sebelum menginjak usia 25 tahun. Tapi ya karena memang belum niat, gak pernah diseriusin. Hanya sekedar iri dan angan-angan semata yang by the time lupa dengan sendirinya. Bahkan setelah lewat usia 25 tahun dengan masih jomblo pun ya kaya' cuma ngerasa, "Yaudahlah, meski belum nikah ku tetap bahagia. Masih bebaaasssss!".
Baru kemudian ketika proses saya dengan si mas terus berjalan, then jadi sering ngobrol dengan ummi, dikasih pandangan begini-begitu. Trus lihat orang tua juga semakin berumur. Saya mulai kepikiran, iya ya umurku udah 26 tahun (waktu itu), syudah tydac muda. Belum lagi stigma di masyarakat kita yang sering menyakiti cewek-cewek yang masih jomblo ketika usianya sudah lebih dari ¼ abad. Trus makin mikir, mau sampai kapan begini? Sadar diri as a woman i have a limitation. Ada masa subur yang tidak selamanya, kalau gak nikah sekarang mau kapan punya anaknya???
Trus makin overthinking, karena hidup sebagai manusia yang senantiasa berdampingan dengan kematian. Dan pernah lihat beberapa case disekeliling saya, ketika ada beberapa orang yang sampai akhir hayatnya tetep jomblo. Kok rasanya sedih ya, meninggal dalam keadaan tetap bujang, trus do'a siapa yang bisa tetap mengalir meski sudah tiada kelak ketika tak memiliki pendamping apalagi keturunan. Belum lagi diluar itu semua, menikah itu kan perintah Allah dan sunnah baginda nabi yang saking utamanya disebut-sebut menyempurnakan separuh agama apabila dikerjakan. Yakali mau menunda-nunda terus untuk mengamalkan perintah Allah dan juga sunnah baginda nabi?! Dari situ saya membulatkan tekad. Oke, mari kita lebih memantapkan niat dan menseriusi segala proses yang sedang berjalan. We don't know if at the end it's going to be success, tapi ya siapa tau memang saya dan laki-laki ini berjodoh.
Membuka Segala Opsi Ikhtiar Yang Bisa Dilakukan
Niat saja tentu tak akan bisa membuat engkau bertemu dengan jodohmu, tetap perlu dibarengi dengan ikhtiar. Nah, bentuknya macam mana? Ya bisa dengan mulai mengajukan proposal pernikahan kepada murobbi atau guru ngaji kita. Tapi bukan berarti cukup sampai disitu, membuka lebih banyak opsi yang memungkinkan tentulah semakin baik. Perlebar circle pergaulan, karena kita gak tau dari pintu mana jodoh kita datang. Minta tolong siapapun yang bisa diminta tolongi, minta carikan orang tua, saudara, teman or even tetangga. Boleh kita yang bicara langsung atau minta diwakilkan oleh orang tua. Karena sekali lagi, kita gak pernah tau dari pintu mana jodoh kita datang. Ceritakan kriteria jodoh idaman kita, tentunya tidak keluar dari kriteria syar'i seperti "maunya nikah sama yang gajinya tiga digit!". Nek kuwi kemaki! Jare wong jowo.
Dulupun saya begitu, seluruh anggota keluarga benar-benar mengikhtiarkan dengan maksimal untuk mencarikan saya jodoh. Mulai dari si Ummi yang menyebarkan CV saya ke semua teman-temannya yang bisa dipercaya, Abipun juga begitu. Then Hamzah, si adik lanang yang ikut nyebarin CV saya ke asatid/asatidzah kenalannya, bahkan nyoba nawarin ke temen-temen di circle-nya. Ya meskipun that time sayanya belum niat nikah, makanya at the end nggak ada yang nyangkut juga.
Termasuk salah satu opsinya ya ikhtiar mendaftarkan saya di platform ta'aruf online. Kalo yang ini saya pribadi gak recomend ya, kalau bisa dihindari sebaiknya dihindari. Karena ketika kalian mendaftarkan diri kalian secara personal, riskan khalwat. Beda dengan saya yang didaftarkan dan akun di manage 100% oleh adik laki-laki saya. Tapi ya qadarullah, ternyata dari situlah saya bertemu dengan mas jodoh yang akhirnya jadi suami saya sekarang. Makanya, alangkah baiknya untuk membuka segala opsi yang memungkinkan, sekalipun menurut kamu it's a worst idea, selama masih tidak keluar dari koridor syar'i, who know if that will be your way to found your other half.
Bahkan disalah satu kajian pra-nikah yang saya ikuti, seorang pematerinya menyampaikan soal membuka berbagai opsi ikhtiar tadi. Jadi bukan berarti as woman you just need to stay at home waiting for someone to knock your door and ask you to be his wife. Itu gak bakalan tercapai kalau lingkup pergaulanmu segitu-segitu aja. Sudahlah tidak aktif di organisasi kemasyarakatan, pun jarang keluar rumah. Menurut ngana apa bakal ada orang yang tau kalau di rumah ngana ada anak gadis sholihah yang sedang menanti dipinang oleh lelaki sholeh??? Asli saya pas dengerin ini, merasa jiwa introvert saya ditabok habis-habisan. Even saking kecilnya lingkup pergaulan saya waktu itu, ummi pun tau kalo temen main saya selama di Jawa itu kalo nggak Linggar ya Shella. Wes iku tok! Lha wong nek lapor bu boss cuma dua nama mereka yang keluar, haha.
Nah, mumpung sekarang belum terlambat, buat antum-antum sekalian yang belum bertemu jodohnya, boleh mulai diperluas circle pergaulannya. Selama gak keluar dari batas-batas syar'i gak menutup kemungkinan bergaul dengan lawan jenis, tapi ya sekedarnya aja, gak perlu sampai jadi bestfriend kemana-mana bareng, apalagi berduaan. Tetep utamakan membangun pertemanan dengan sesama, perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan laki-laki. Kan gak ada yang tau kalau diantara circle-mu tadi ternyata terselip jodohmu. Mana tau jadi macam judul FTV, Abang Temanku Ternyata Jodohku, atau, Adik Sepupu Sahabatku Adalah Belahan Jiwaku. Eaaakkk.
Jangan Mempersulit Diri Dengan Kriteria Yang Tidak Prinsip/Syar'i
Kalau kalian ditanya alasan kalian menikah itu karena apa? Karena dia baik? Karena dia rupawan? Karena dia sudah mapan? Karena dia gagah? Karena dia anggunly and slay? Karena maharnya sekian ratus juta? Well whatever is this, itu semua cuma alasan yang sifatnya duniawi dan cendrung menuruti hawa nafsu. Kan yang ditanya alasan kalian menikah?? Ya jawabannya kudunya cuma satu, ini syari'at Allah dan sunnah Nabiku. Udah. Nah, kalo ditanya yang membuat kamu memilih dia, baru jawab dengan tegas! karena baik agamanya. That's it! Baru bisa dapet perfect scores 100.
Tapi lagi-lagi, itukan idealnya. Sayangnya masih banyak kita yang belum duduk di dua pertanyaan tadi. Masih banyak yang kerap mempersoalkan alasan-alasan ataupun kriteria-kriteria yang sifatnya duniawi daripada kriteria-kriteria prinsip yang syar'i. Bahkan kalau kita menelisik apa yang sudah diajarkan baginda Nabi kita akan menemukan hadits berikut:
"Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi." [HR. Bukhari no.5090, Muslim no.1466]
Atau,
"Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi." [HR. Tirmidzi no.1085. Al Albani berkata dalam Shahih At Tirmidzi bahwa hadits ini hasan lighairihi]
Intinya dua hadits tersebut menekankan bahwa kriteria agama adalah hal terpenting diatas segalanya. Kriteria-kriteria duniawi apabila terpenuhi ya sekedar bonus, bukan jadi pertimbangan utamanya. Toh sebagai muslim kita hidup untuk mempersiapkan bekal akhirat kita kan?
Tips Memilih Jodoh Ala Imam Syafi'i dan Imam Ahmad
Oiya, Ummi saya sering menyampaikan ini ketika diskusi soal cara memilih jodoh yang baik dengan anak-anaknya. Beliau memberi tahu dua kaidah yang digunakan oleh dua Imam besar.
Yang pertama, cara memilih jodoh ala Imam Syafi'i. Menurut Imam Syafi'i saat memilih jodoh yang pertama kali dilihat adalah parasnya (kecantikan/ketampanannya). Lha kok? Let me explain it. Jadi gini, kamu akan menghabiskan hidupmu dengan seseorang, tentu penting untuk menemukan seseorang yang menarik dilihat. Apalagi eloknya rupa ini kan relatif, menarik menurut saya bisa jadi gak menarik menurut kamu. Kalau sudah cocok dengan rupanya, baru masuk step berikutnya, lihat agamanya. Ketika disini kamu menemukan agamanya kurang bagus ya jangan diteruskan. Nah, kenapa urutannya rupa dulu baru agama, bukan agama dulu baru rupa? Kata Imam Syafi'i, agar alasanmu menolaknya bukan karena rupanya, tapi karena kurangnya agamanya. Begituuu....
Kaidah yang kedua adalah memilih jodoh ala Imam Ahmad. Menurut Imam Ahmad, cara memilih jodoh yang baik adalah memilih yang menyelisihi hawa nafsu. Misal, kamu pengennya punya suami yang tajir, nah kalau harus menyelisihi hawa nafsu berarti carilah calon yang sederhana. Atau maunya nikah sama yang ganteng, berarti dengan kaidah ini berlaku sebaliknya, menikahlah dengan yang biasa-biasa saja.
Tapi kalau kapan hari cerita-cerita dengan Hamzah, di case-nya Imam Ahmad ini waktu itu beliau menikah diusia yang termasuk sudah tua. Imam Ahmad minta bibinya untuk mengenalkannya kepada perempuan untuk dinikahi. Dan bibinya Imam Ahmad datang membawakan dua orang saudari. Si kakak ini lebih cantik tapi agamanya kurang baik, sementara si adik tidak terlalu cantik tapi agamanya sangat baik. Kalaulah menuruti hawa nafsu, sebagai seorang laki-laki pasti cendrung memiliki ketertarikan dengan perempuan yang lebih cantik, tapi Imam Ahmad paham bahwa tidak ada kebaikan yang lebih baik selain menikahi perempuan yang baik agamanya. Makanya, at the end he choose the younger siblings that not really beautiful but have a good deen.
Jadi kesimpulannya, dari dua tips memilih jodoh baik ala Imam Syafi'i ataupun Imam Ahmad, kriteria agama tetaplah yang jadi pertimbangan utama. Memang meluruskan kriteria ini tidak semudah yang dibayangkan, apalagi ketika kita sudah terlanjur membangun kriteria ideal tentang seseorang yang akan jadi pendamping hidup kita. Makanya alangkah baiknya untuk mendiskusikan hal tersebut dengan seseorang yang kita percaya dan tentunya punya kapasitas keilmuan terkait.
Tapi Dia Tidak Sesuai Dengan Kriteria Idaman Saya?
Believe me, saya pun pernah berada di situasi bimbang dengan kriteria ideal versi saya yang mentok dengan pilihan Ummi. Begitu dikabari ada si mas yang dari benua jauh disana ingin ta'aruf, itu saja sudah terbentur disatu kriteria. Waktu itu saya yang masih belum bisa move on dari Jawa, pengen kalau punya suami ya orang Jawa yang asli Jawa, masih punya keluarga di Jawa, bahkan kalau bisa juga kerja di Jawa jadi saya bisa balik ke Jawa. Nah, si mas ini kan boro-boro dari Jawa, bukan orang Indonesia malah, litteraly orang asing dari negeri jauh. Ini mah yang ada bukannya balik ke Jawa, malah bakal nyasar di negeri orang.
Then, pas saya tanya usianya trus ummi bilang bahwa ybs lebih tua dari saya 7 tahun, makin buyarlah kriteria calon suami ideal yang saya bayangkan. Yes, beberapa kali meracik proposal ta'aruf saya selalu tulis ingin menikah dengan laki-laki yang usianya at least gk lebih tua 2-3 tahun dari saya. Biar gk kerasa banget gapnya. Lha gap 7 tahun bukannya jadi berasa nikah sama bapak-bapak ya???
Tapi gaes, karena saya diskusinya dengan Ummi yang tentu beliau punya banyak pertimbangan, maka diringankanlah satu persatu keberatan-keberatan saya. Pertama, soal asal ybs. Kata Ummi, kalau memang jodoh ya gimana? Masalah tinggal kan bisa dikompromikan, kalau memungkinkan untuk tinggal di Indonesia ya tinggal disini, lagian ybs sudah ditanya kesiapannya untuk tinggal di Indonesia juga sudah menyanggupi. Kalaupun harus balik ke negara asal, ya itu gak lepas dari rencana Allah, pasti ada kebaikan didalamnya. Terus perkara jarak usia 7 tahun, Ummi bilang gini ke saya "Mba' itu kekanak-kanak'an, Ummi tau karakter mba' seperti apa. Kalau nikah sama yang sebaya dengan asumsi usia emosional laki-laki itu lebih muda dari usia lahirnya, yang ada berantem terus nanti. Makanya Ummi carikan yang lebih tua, biar bisa ngemong. Biar lebih dewasa dari mba'."
Baru disitu saya mikir, iya juga ya. Logis sih yang disampaikan ummi. Penjelasan beliau beneran masuk ke otak INTP saya yang memang pemikir logisnya dominan. Apalagi disambung Ummi, diluar tadi Ummi merasa cocok dengan si mas, sepertinya orangnya baik dan paham agama, makanya tidak ada lagi alasan untuk menolak ybs. Dan akhirnya proses terus berlanjut sampai akhirnya saya beneran menikah dengan laki-laki dari negeri jauh yang usianya terpaut 7 tahun dengan saya.
And somehow memang tidak ada selain kebaikan yang saya jumpai setelahnya. Seperti kata Ummi, saya memang butuh partner yang lebih dewasa untuk bisa meng-handle karakter childish saya. Gak kebanyang kalo saya ngambek, trus suami ikutan ngambek. Atau saya emosi, dianya lebih emosi lagi. Ancur dah... Bener kalau ada yang bilang tidak ada yang lebih tau tentang kamu selain orang tuamu, dan mereka tentu tidak menginginkan keburukan melainkan hanya kebaikan bagi anak mereka.
Jodoh Tidak Akan Tertukar
Pada akhirnya memang semua kembali kepada diri sendiri. Ibarat kata pepatah "Tidak akan lari gunung dikejar.", jodoh, Rezeki & Kematian merupakan 3 hal yang sudah dituliskan Allah diawal penciptaan. Tidak akan mati seseorang sebelum ia mendapatkan ketiganya. Trus ada yang bilang "Lha, itu yang meninggalnya belum nikah gimana dong?", ya berarti jodohnya bukan di dunia, tapi diakhirat. Dan itu khusus orang-orang yang beriman, kalo orang kafir ya wallahu a'lam. Intinya jangan tergesa-gesa, tingkatkan saja kapasitas kita, terus memperbaiki diri dan senantiasa berikhtiar dengan sebaik-baiknya. Tentu dengan tak lupa bertawakal kepada Allah. Urusan kapan waktunya biar kembali ke Allah.
Saya pernah nanya gini ke suami, "Kamu pernah nyesel gak sih baru nikah di usia segini?", tau jawabannya apa? "Aku memang sudah pengen nikah di usia yang lebih muda, tapi aku gak menyesal akhirnya baru menikah di usia yang sekarang, kalau gak gitu aku gak ketemu kamu. Aku mungkin gak akan tau Indonesia, dlsb.". Jawabannya bikin kesengsem kan, hehe. Ya intinya, tidak ada istilah terlambat. Biarkan orang-orang bicara apa, hanya kamu dan Allah yang paling tau seberapa berusaha dan bersabarnya kamu. Yakin bahwa Allah sedang mempersiapkan skenario terbaiknya untuk kita.
Kira-kira sekian dulu ocehan panjang seorang Miftahul Jannah soal jodoh, hopefully ada hikmah yang bisa kalian petik. Buat kalian yang belum bertemu jodohnya, semoga dilapangkan sabarnya, terus memantaskan dan mendekatkan diri pada Sang Pemilik Nama. Kalau memang ada dosa-dosa di masa lalu yang bisa jadi asbab lambatnya datangnya kebaikan segeralah bertaubat dengan sebaik-baiknya. Allah itu Maha Menerima Taubat. Dan kalaupun ada trauma-trauma yang masih jadi penghalang menikah, well dekati Sang Maha Penyembuh, the one and only Allah.
Menikah itu syari'at Allah dan sunnah yang sangat disukai baginda Nabi. Kalian mungkin boleh berasumsi "Alah, Jannah kan gampang ngomong gitu karena udah nikah.". Ya memang, saya ngomong gini, karena saya sudah menikah dan saya sadar setelah menikah memang banyak kebaikan-kebaikan yang terus saya rasakan tiap harinya. Dan saya ingin kalian yang membaca ini juga merasakannya, makanya saya bagikan apa yang saya tahu. Semangat menjemput belahan jiwa wahai kalian yang sedang berusaha...^^
No comments: