Sebulan Tinggal Dengan Mertua Maroko

Post a Comment

Yang selalu jadi momok siapapun perempuan yang baru menikah adalah Ibu Mertua. Belum lagi didukung banyaknya testimoni mereka yang diuji dengan Ibu Mertua "istimewa", makin-makinlah membuat yang namanya tinggal satu rumah dengan Mertua itu jadi sebuah nightmare tersendiri buat perempuan yang baru saja menikah. Saya gak tau siapa yang memulai rumor "Ibu Mertua galak" ini, karena terlepas dari kebenarannya, kalau kata saya itu balik lagi ke bagaimana cara tiap individu merespon hal tsb. Nek kata salah satu kawan saya, "tinggal sama mertua itu tergantung persepsi penerimaan kita, kan gak mungkin kita maksain orang tuanya suami kaya' orang tua kita.". Kalo sampe' sini aja kita paham konsepnya, yaudah that's it!

Well, seperti yg saya tulis di caption postingan facebook saya kemarin, berawal dari menonton sebuah video dari salah seorang youtuber yang statusnya sama seperti saya, seorang waifu Indonesia berhusbu Morrocan yang ngebahas soal 9 Fakta Pahit Menikah Dengan Pria Maroko. So here am i, pengen membedah sedikit banyak my experience living for 1 month with Moroccan Mother in Law. Percayalah, saya bahkan ngebahas isi konten yang dibahas di video ini sama si mas. Saking gatelnya pengen bilang "ora ik. Aku loh kawin mbek wong maroko njuk tinggal karo simbok'e apik-apik ae, nggak keroso pahit. Malahan'e manis asem asin koyo' nano-nano, rame rasane." 😅

Kenalan Dengan Calon Ibu Mertua via Video Call

Sebelum menikah, karena banyaknya brainwash di luar sana soal sosok Ibu Mertua pada umumnya, and i grow up with it. Ya akhirnya saya berakhir jadi anak gadis yang juga percaya dengan konsep "Ibu Mertua itu lebih galak dari Ibu Kandung". Sampai-sampai saya membuat rencana kalau nanti menikah, saya harus berhasil menarik suami keluar dari rumahnya dan tinggal dengan saya, just like how ummi make abi leave from his own hometown dan tinggal di sumatera untuk seterusnya bahkan setelah menikah. Nggak ding, this is more like my father is already get load stuff in Sumatera, that’s why he decided to stay living in Sumatera rather than bring his family to live in his hometown.

Makanya ketika sesi ta'aruf saya dengan suami bule dimulai, saya ngerasa rencana ini akan berhasil. Mengingat diawal juga si mas bertanya ke saya soal preferensi tempat tinggal setelah menikah, dan saya dengan lugas bilang kalau ingin tetap stay in Indonesia. Dan si mas juga jawab kalau dia dan keluarganya nggak punya masalah semisal si mas harus tinggal di Indonesia. As long as, it's easy for him to make a living for the family in Indonesia. Yaudah, saya nggak punya problem menikah dengan laki-laki dari negeri antah berantah nun jauh disana ini.

Sepanjang perkenalan via chat yg di mediasi Hamzah juga saya sedikit banyak tau dan punya gambaran bagaimana hubungan ybs dengan kedua orang tuanya. Saya juga jadi tau kalau orang tua ybs sudah bercerai ketika ybs masih berusia 2 tahun dan si mas tinggal dengan ibunya dan kakak perempuannya. Meski begitu, hubungan si mas dengan ayahnya masih terjalin dengan baik. Hamzah bahkan sempat melontarkan pertanyaan, "What will you do if the worst thing in marriage is happen?". Dan tanpa ragu si mas kasih jawaban, "Try to fix it, Insya Allah." Ya kan mau bagaimanapun kita harus tau respon ybs, mengingat he grow up di sebuah keluarga yang tidak utuh secara dzahir.

Video call kedua kali sebelum si mas berangkat ke Indonesia

Di sesi video call perkenalan keluarga untuk pertama kalinya saya lihat sosok ummi mertua. She can't speaks English, only Arabic and some France. Jadi si maslah yang bertugas jadi penerjemah percakapan kami. Waktu saya tanya ummi mertua bagaimana pendapat beliau jika punya menantu orang Indonesia, beliau kasih jawaban pakai dalil Al-Qur'an: 

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (Q.S. Al-Hujurat: 13)

Petikan ayat yang pada akhirnya saya pakai sebagai intro di undangan digital pernikahan kami. Jadi kalau orang-orang biasanya kasih petikan surah Ar-Rum ayat 21 di undangan pernikahannya, saya mbedani dengan pakai petikan surah Al-Hujurat ayat 13 yang inspired by ummi mertua. Usut punya usut pun, ternyata ketika tahun 1990'an umminya si mas berangkat haji, dia punya good experience dengan jama'ah haji asal Indonesia, even they become friends selama prosesi ibadah haji. Saya bahkan diperlihatkan foto ummi mertua dengan kawan Indonesianya tersebut ketika tiba di Maroko. Makanya pas si mas cerita kalau calon istrinya orang Indonesia, umminya senang sekali.

Nah dari video call tadi, first impression saya soal ummi mertua berubah. Ternyata tidak semenakutkan yang dibilang orang-orang. Tapi karena belum jumpa aslinya, ya tetep masih deg-degan dengan bayang-bayang "ibu mertua galak".

Galakan Ibu Mertua Daripada Ibu Kandung?

Bicara soal galak, sebenernya gak perlu jauh-jauh mengimajinasikan sosok ibu mertua, emak saya di rumah termasuk tipe ummi-ummi galak. Tapi dengan tanda kutip, "ummi jadi galak kalo lihat anaknya males-males'an, nggak rajin, nggak gercep, nggak punya inisiatif, dan sifat buruk lainnya yang melekat pada manusia.". Ndilalahnya, ummi dikaruniakan anak gadis yang sifatnya banyak nggak nurun dari beliau. Jadilah ummi menjelma sebagai bunda kanduang yang galak. Jujurly, saya memang sering bet diomelin ummi gegara kurang cak-cek pas ngerjain sesuatu, atau gak sensitif untuk ngeberesin sesuatu yang sebenernya udah berantakan menurut manusia normal, tapi belum cukup berantakan menurut saya.

Selfie sama ibu mertuanya si mas 🤭

Even saya pernah bilang ke ummi, "Ummi marah-marah terus lama-lama kek mamak mertua galak." dan kalian tau jawaban ummi? "Ya harus itu, biar mba' belajar! Biar nggak keget kalau nanti dapat ibu mertua yang beneran galak." Wkwk, jadi bahan latihan rupanya, membentuk mental baja menghadapi mertua galak. 😂🤣

But in other side i realized, galaknya ummi ini ya untuk kebaikan saya. Biar sifat-sifat buruk tadi tidak lekat dan jadi habit di saya. Apalagi ummi sadar betul saya ini anak gadis, yang kelak akan menikah dan akan dibawa pergi oleh suaminya. Terlepas apakah nanti akan tinggal dengan mertuanya atau tidak, anak perempuan itu harus rajin dan resik'an. Gitu. Makanya ummi menjelma deluan jadi sosok emak-emak galak, buat ngebawelin anak kandungnya sebelum anaknya dibawelin orang.

Tapi memang sadar atau tidak, pas udah jauh dari ummi gini, semua yang dibawelin ummi terngiang terus dikepala. Jadi kaya' otomatis aja ngelakuin apa-apa yang dipesenin bunda kanduang. Pokoknya kata ummi, kita itu harus punya inisiatif, jangan apa-apa nunggu disuruh baru dikerjain. Jadi orang pun senang dengan kehadiran kita. Terakhir, jangan pernah berharap pada manusia, berharap hanya pada Allah karena Dia Yang Maha Membolak-balikkan hati manusia.

Jadi, Bagaimana Kesan Pertama Jumpa Langsung Ibu Mertua?

Tinggi dan amat fit, itu kesan pertama saya. Karena dari beberapa kali video call setelah menikah, bayangan saya ummi mertua ini gak lebih tinggi dari saya, posturnya kecil lah. Apalagi usianya juga sebayaan abi saya. Saya kira gen tinggi si mas itu cuma dari abinya, ternyata maknya pun tinggi. Haha.

Trus deg-deg'an nggak? Well, deg-deg'annya auto sirna begitu beliau ngerangkul saya erat banget sambil cium-cium muka saya ya laiknya ke anak sendiri, bukan ke orang yang baru pertama kali ditemuinya. Even dengan keterbatasan bahasa yang ada, ummi mertua tetep ngajakin saya ngobrol di sepanjang perjalanan dari bandara ke rumah dibantu gestur tubuh untuk bikin saya paham maksudnya.

Camilan yang hari-hari dianterin ummi mertua

Memang ketika di Indonesia, saat ide pulang ini tercetus di kepala suami. Saya sempat cerita-cerita ke si mas tentang stigma di Indonesia soal sosok ibu mertua galak. Saya bahkan bilang, kalau nggak pengen tinggal satu rumah dengan ummi mertua karena gak pengen ada "gesekan-gesekan" seperti kata orang-orang. But then, si mas mencoba meyakinkan saya. He tried to guarantee me, "Ummi itu baik banget Jannah. Dia orang yang paling seneng waktu aku ceritain kamu bakal ikut aku balik ke Maroko. Ummi itu selalu cerewet pesan ini itu ke aku, pesen harus memperlakukan kamu dengan baik, jangan dibikin sedih, harus jagain kamu. Bahkan sampai bilang, kalau nanti sudah tinggal disini aku harus berkali-kali lipat lebih perhatiannya ke kamu. Insya Allah kalau kamu tinggal disana, kamu bakal jadi orang yang paling diperhatikan ummi."

And here i am, living with my mother in law for 1 month already. Saya membuktikan apakah omongan si mas hanya sesuatu yang manis di bibir atau manis di perut dan perasaan. Yes, my husband is not lied. Memang sebaik dan sesayang itu ummi mertua ke saya. Apalagi pas dikasih tau kalau saya hamil, wes makin-makin. Beliau bener-bener take effort to make me feel comfortable with the transition of living in here. Bahkan menyesuaikan diri untuk bikin hal-hal yang gak biasanya dibikin, cuma buat bikin saya nggak merasa asing; masakin nasi, bikin sambal, dlsb.

Dimasakin nasi rebus ayam dan irisan cabe yang dimaksudkan sebagai sambalnya

Ada satu kejadian lucu baru-baru ini, saya drama nangis-nangisan di kamar gegara minyak goreng habis trus baper gak jelas pas liat feed IG yang nunjukin resep masak-masak makanan Indonesia yang ngegorengnya pake' minyak turah-turah. Mungkin bawaan hormon bumil juga yekan. Setelah problem solved dan si mas sukses menenangkan saya, saya bilang ke si mas "Nanti kalo ummi nanya aku matanya bengkak kenapa, bilang aja jannah kangen Indonesia." Ya karena saya pribadi setelah kelar semua drama tadi ngerasa geli, kok iso²ne lah nangis gegara minyak goreng. 😂

Dan beneran dong, ummi mertua nanya dan dijawab si mas begitu. Habis itu ummi mertua nyamperin saya yang lagi makan nasi di ruang tamu trus puk-puk punggung saya sambil bilang, "habibati, kamu juga punya keluarga disini, anggap ummi seperti ummi kandungmu. Jangan sedih...". Saya cuma bisa jawab na'am sambil senyam-senyum.

Pernah juga kapan hari, saya batuk-batuk di kamar gegara tenggorokannya kering karena lupa minum. Tau-tau ummi mertua datang ke kamar nanyain, "Jannah sakit ya???". Dan itu kejadian gak cuma sekali. Akhirnya, tiap ngerasa mau batuk saya sengaja nahan dan berusaha nggak kenceng-kenceng batuknya karena nggak mau dikira sakit.

Ibu Mertua Galak? Atau Kamu Yang kurang Pengetian?

Intinya, galaknya sosok ibu mertua itu nggak bisa kamu generalisir. Coba introspeksi dulu, barangkali kamu yang deluan ngeblok sama ibu mertua karena kemakan stigma buruk tadi. Padahal ibu mertuanya sans, tapi disu'udzhoni galak. Padahal ibu mertuanya mengkoreksi karena ingin memperbaiki, tapi dikatai kang ngatur. Padahal ibu mertuanya biasa minta tolong sama anak laki-lakinya, tapi dianggap mau menguasai harta anaknya. Kan udah diajarkan nabi, bakti anak laki-laki ke orang tuanya itu tidak putus sekalipun dia menikah. Coba posisikaan diri kita sebagai perempuan yang nantinya juga akan jadi ibu dari seorang anak laki-laki. Piye perasaanmu nek anakmu ditantangi istrinya, "kamu pilih aku atau ibumu?!". Apa nggak sakit hati?

Pemilik tulang rusuk saya dari tahun ke tahun

Kalian tau apa yang saya wanti-wanti ke diri sendiri waktu suami memutuskan balik ke Maroko karena kepikiran sama ibu dan kakaknya yang tinggal di rumah tanpa wali seorang laki-laki? "Yaudah, ikut aja. Kita nggak boleh jadi penghalang laki-laki yang ingin berbakti sama orang tuanya. Siapa tahu disitu tiket kita untuk masuk syurga-Nya Allah.". Redha Allah ada pada redha orang tua, untuk masuk syurga seorang suami butuh redha orang tuanya,  sedang kita sebagai istri butuh redha suami agar bisa masuk syurga. Jadi paham kan alurnya gimana?

Kan sejatinya menikah itu bukan cuma mempersatukan dua orang, tapi juga mempersatukan dua keluarga. Apa masih keluarga namanya kalau masih dibanding-bandingke? Semoga Allah ringankan hati kita untuk berbakti kepada ibu mertua. Karena ibu mertua itu ibu kita juga. Jangan lupa berterima kasih kepada mereka karena sudah melahirkan dan membesarkan dengan baik laki-laki yang sekarang jadi suami kalian.^^
Emjannah
Perempuan absurd berusia 28 tahun (march 2022), yang kerap mengandalkan mood tiap mau nulis blog. Isinya kadang lawak, kadang serius, kadang curhat, kadang puitis. Tapi seringnya sih nyampah sama tulisan - tulisan tentang kesehariannya yang biasa - biasa aja.

Related Posts

Post a Comment