Air Mata Pertama di Maroko

Post a Comment

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari kebajikan yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya..." [Q.S. Al-Baqarah: 286]

Izinkan saya membuka tulisan hari ini dengan terjemahan ayat 286 surah Al-Baqarah, yang merupakan ayat favorit saya. Serius, ayat ini penguat banget ketika kita sedang menjalani sesuatu yang menurut kita berat dan merasa tidak mampu untuk menjalaninya. Allah langsung yang menguatkan kita hamba-Nya dengan janji-Nya, bahwa Dia tidak akan membebani kita dengan sesuatu kecuali Allah yakin kita sanggup menerimanya.

Seperti yang saya bilang ditulisan sebelumnya, 2 minggu tinggal di Maroko banyak hal yang baru saya rasakan untuk pertama kali, ntah itu yang baik atau yang buruk. Tapi sejauh ini saya bisa mengatasi semuanya dengan baik. Ketika ada satu hal yang membuat saya kurang nyaman, saya coba cari solusinya sehingga saya nyaman dengan hal tersebut. Mungkin detailnya akan saya bahas di tulisan berikutnya.

Intinya, i tried my best to survive in this new environment. Kan katanya, mereka yang bisa bertahan adalah mereka yang mampu beradaptasi. Keinget banget perbedaan waktu yang awal-awal kerasa banget bikin capek dan ngantuk'an, kalo kata orang jet lag. Di rumah biasa tidur 6 - 8 jam, lha disini shubuh jam 6.30, waktu tidur jadi ±10jam, nggarai kancilen tiap pagi buta. Tapi ya lama-lama bisa menyesuaikan dan sekarang sudah terbiasa dengan perbedaan waktu yang ada. Cuma kadang masih suka kesel aja pas bangun, karena perbedaan waktu 6 jam dengan Indonesia, dimana disini lebih lambat 6 jam. Jadi ketika bangun shubuh jam 6.30, di Indonesia sudah jam 12.30 siang hari. Saya merasa sudah melewatkan banyak hal di Indonesia ketika tertidur. Padahal ya biarin aja, wong memang zona waktunya berbeda.

Nah, sekarang kalo ditanyain "kamu nggak kangen Indonesia, jan?", "Nggak sedih gitu tinggal jauh dari keluarga?", apa jawaban saya? Pasti banyak yang penasaran, apalagi kalau yang berteman dengan saya di Whatsapp dan sering banget liat update kehidupan saya merantau di negeri orang,  per-berangkat pertama kali sampai hari ini. Mungkin ada yang mbatin "kok ketok'e arek iki apik-apik ae ning kono, seneng-seneng ae gawean'e.". Padahal ya nggak dilihatin aja sih bagian sedihnya.

As i said dan seperti yang ummi bilang, saya nggak punya masalah dengan adaptasi. Too easy bahkan. Tapi ya pada akhirnya, saya dihadapkan juga dengan yang namanya "rindu". Satu kata yang mau tidak mau akan hinggap pada mereka-mereka yang merantau jauh. 3 hari yang lalu (hari ahad) disaat genap 2 pekan saya tinggal disini, nggak tahu kenapa sejak pagi bawaannya lemas nggak semangat. Bahkan saat makan siang umminya si mas nyuguhkan nasi sepiring besar pun nggak bikin saya semangat untuk memakannya. Akhirnya bersisa dan saya simpan untuk nanti atau besok bikin nasi goreng. Sepanjang makan siang bawaannya sedih, kaya' ngebanding-bandingin "Kalau di Indonesia pasti makannya begini-begini, ada sambelnya, disini pada gak doyan pedas, huuu rindu masakan ummi.". Dan mbatin-mbatin lainnya yang sambung menyambung dipikiran saya dan bikin hati ini makin mendung.

Kelar makan siang, karena kebetulan makan siangnya terlambat, tahu-tahu sudah Ashar. Si mas berangkat ke masjid, saya pun langsung ke kamar mandi untuk wudhu. Baru ambil air segayung kok mata kerasa panas sekali dan karena didukung dengan pikiran yang lagi nggak enak tadi, akhirnya untuk pertama kalinya saya menangis. Sedih sesedih-sedihnya.  Rindu serindu-rindunya. Tapi karena posisinya diluar masih ada ummi mertua dan kakak ipar, saya berusaha menahan biar gak sampai sesengukan kedengaran diluar. Saya coba menenangkan diri sendiri dengan bilang "Jan, kamu baru 2 minggu disini. Nggak adil sama suamimu kalau kamu nangis sekarang karena rindu. Mas Abdellah bahkan sudah melewati 9 bulan jauh dari keluarganya. Apa dia pernah menangis???". Saya coba telan semua perasaan sedih tadi dan lanjut berwudhu untuk menghilangkan bekas air mata. Pokoknya, umminya mas dan kakaknya nggak boleh tahu kalau saya sedih. Baru saya keluar dari kamar mandi untuk sholat Ashar berjama'ah dengan umminya si mas.

Begitu keluar, tiba-tiba kakaknya mas Abdellah bilang gini "life is so hard". Lha keinget lagi dong dengan mendung yang menggelayut tadi, macam ketampar keras "iya hidup keras banget untuk yang lagi merantau jauh dari keluarga macam saya.". Akhirnya pas sholat di mulai, saya berusaha banget nahan untuk nggak mewek pas sholat. Siap sholat saya buru-buru ke kamar untuk lanjut baca Al-Ma'tsurat, barangkali bisa mengalihkan pikiran. Baca pelan-pelan tiap surah mulai dari Al-Fatihah. Eh, sampa ke surah Al-Baqarah bagian "laa yukallifullaahu nafsan illa wus'ahaa..." saya nangis lagi gara-gara keinget artinya. Saya percaya Allah buat saya merantau jauh begini karena Allah tahu saya mampu, tapi tetap merasa sedih sekali. Makin dilanjut bacanya sambil dibaca artinya, makin sedih hati ini. Kaya' merasa sangat tidak berdaya dihadapan Allah, cuma bisa mengadukan semua kesedihan ini ke Beliau. Sekarang saja saya nulis ini jadi keinget lagi dan tahu-tahu nangis lagi. Haha, aneh sekali.

Okay, back to the story. Tetiba si mas pulang dari masjid, saya sengaja duduk membelakangi pintu kamar biar nggak ketahuan kalau lagi berlinang-linang air mata. Tapi ya tetap ketahuan pas ybs masuk kamar, dan ternyata dia sadar kalau hari ini saya memang sedang sedih bahkan sejak dilihatnya saya nggak semangat makan siang. Si mas tanya, "Kenapa? Kamu rindu rumah ya?". Ditanya begitu makin menjadi-jadilah tangis saya. Dia pun berusaha menenangkan sebisanya, tanpa banyak tanya, sekedar duduk disamping saya, mendekap, puk-puk kecil sambil kasih tisu untuk ngelap ingus. Pas dilihat saya sudah agak tenang, si mas bilang "Yuk keluar, jalan-jalan kita? Tenang aja, naik motor bukan jalan kaki.". Karena ybs ini hobi banget ngajakin jalan kaki sore-sore, ikhtiar biar istrinya bisa lahiran normal katanya. Bener sih yang dibilang, tapi saya ngebayanginnya diajakin jalan kaki sore-sore pas lagi sedih gini kok jadi bikin kesel. Untungnya bukan, hehe.

Kami pun keluar untuk keliling-keliling cari udara segar naik motor. Baru saya akhirnya cerita semuanya ke si mas, mulai dari saya yang mimpi balik ke Indonesia dan makan soto di Jogja pas ketiduran habis dhuha, dan jadi triger untuk sedih - sedihan setelahnya, sampai ucapan kakaknya yang sebenernya nggak nyindir saya atau gimana, tapi ndilalah'e pas dengan suasana hati yang sedang mendung. Si mas mencoba menghibur dengan bilang, "Ya udah nggak apa-apa sedih. Kamu banyak-banyak berdo'a, kata ummi do'a musafir itu mustajab, do'ain suami kamu, besok Insya Allah kan aku sudah mulai kerja, semoga rezeki kita lancar, urusan kita lancar, jadi kita bisa pulang ke Indonesia lagi.".

Trus si mas juga nambahin "Kamu kalau kangen makanan Indonesia dan pingin masak sendiri, bilang aja. Ummi bolak-balik bilang ke aku, kalau jannah mau pakai dapur untuk masak, masak aja, pakai bahan yg tersedia. Kalau nggak ada nanti kita bisa beli. Don't be shy.". Kami duduk-duduk ngemper di taman bandara kota Fez yang dekat dengan rumah si mas, baru kemudian pulang karena sudah mau Maghrib.

Malamnya, sepertinya ummi dan kakaknya tahu kalau saya sore tadi nangis-nangis karena rindu rumah. Kakaknya bahkan bilang, "jangan sedih, i'm your sister, right??". Ya pada intinya, saya memang menangis karena rindu keluarga, rindu kampung halaman, rindu semuanya. Tapi saya jadikan firman Allah yang saya kutip diawal tulisan ini sebagai penguat. Saya percaya, semua ini terjadi tak lepas karena Allah tahu saya bisa dan mampu menjalaninya. Saya yakin yang rindu bukan cuma saya, bisa jadi ummi, abi, adik-adik saya atau bahkan teman-teman saya juga belum terbiasa dengan rutinitas tanpa seorang "jannah" (cie kepedean). Tapi Insya Allah semua akan beradaptasi menjalaninya.

Saya ingat pernah membaca sebuah tulisan, katanya untuk menyuburkan cinta kita perlu menciptakan jarak. Berpisah merupakan cara menciptakan jarak, sehingga nantinya kita akan lebih menghargai pertemuan yang terjadi di kesempatan berikutnya. Ada satu do'a yang selalu saya selipkan diakhir sholat, "Ya Allah, jika kami tidak memiliki cukup waktu untuk berkumpul di dunia, pertemukan dan kumpulkan kami kembali di syurga-Mu...". Aamiin, aamiin, aamiin yaa rabbal'alamiin.

Semoga kalian yang sedang merantau selalu diberikan kekuatan untuk menjalani hari-hari.
Emjannah
Perempuan absurd berusia 28 tahun (march 2022), yang kerap mengandalkan mood tiap mau nulis blog. Isinya kadang lawak, kadang serius, kadang curhat, kadang puitis. Tapi seringnya sih nyampah sama tulisan - tulisan tentang kesehariannya yang biasa - biasa aja.

Related Posts

Post a Comment