Hari ini saya pengen ngebahas tentang dua hal ini; Pertunangan atau Khitbah? Dua hal yang sering kali dikira orang sama, padahal hakikatnya berbeda. Sebenarnya saya mau menyimpan bahasan ini sampai dapat momen yang pas, baru di-up. Tapi gara-gara ada yang nge-reply whatsapp story saya hari ini yang ngomongin sekilas kalo istilah engagement itu gak ada dalam islam, saya jadi ke-trigered buat ngabahas lebih detail saat ini juga. Mumpung obrolannya masih hangat yakan?
Apa Itu Pertunangan? dan Apa Itu Khitbah?
Karena kita orang Indonesia, izinkan saya mengutip makna katanya dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pertunangan berasal dari kata tunang, bertunangan, yang memiliki arti; bersepakat (biasanya diumumkan secara resmi atau dinyatakan dihadapan orang banyak) akan menjadi suami istri. Jadi, pertunangan bisa dimaknai sebagai bentuk perbuatan bertunangan. Sedangkan khitbah (lamaran) dalam KBBI dimaknai sebagai, peminangan kepada seorang wanita untuk dijadikan istri.
Nah, dari artinya saja sudah beda feel-nya kan? Yang satu bersepakat akan menjadi suami istri, sedangkan yang satunya lagi peminangan kepada seorang wanita untuk dijadikan istri. Bahkan dari segi maknanya, kata khitbah lebih memiliki kemuliaan dibandingkan dengan pertunangan.
Dalam Islam sendiri, proses menuju pernikahan yang diajari oleh baginda Nabi shallallahu'alaihi wassallam meliputi; ta'aruf, nadzhor, khitbah dan akad. Keempat proses ini dijalani dengan bimbingan dan dampingan dari seseorang atau dua orang sebagai mediator. Siapa yang bisa menjadi mediator? Kalau kata ustadz Burhan Sodiq, siapapun bisa; saudara, teman, orang tua, guru ngaji (murabbi), atau bahkan tetangga sebelah rumah. Yang penting memenuhi kriteria sebagai mediator yang baik seperti jujur, amanah dan bisa menjaga rahasia.
Tapi amat disarankan untuk memilih mediator yang secara tsaqofah keilmuan lebih mumpuni. Agar beliau bisa memberikan pertimbangan-pertimbangan dan pandangan-pandangan kepada kita selama prosesi menjemput pernikahan tadi dilaksanakan.
Menjaga Rahasia Selama Prosesi Menuju Pernikahan.
Kok bisa menjaga rahasia termasuk kriteria untuk menjadi mediator? Karena banyak hal yang bisa terjadi ketika proses ta'aruf dimulai, mungkin ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab ta'aruf tidak bisa berjalan dengan lancar dan berhenti ditengah jalan. Nah, untuk menjaga kedua orang yang sedang berproses ini dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang ada, sebaiknya semua dirahasiakan. Bahkan ketika sudah dilakukan khitbah sekalipun, sebaiknya tetap dirahasiakan sampai benar-benar sudah dekat hari akad.
Saya kutip lagi dari sebuah tulisan di website tanyasyariah.com. Para ulama menganjurkan untuk merahasiakan khitbah bukan karena ada sunnah-nya, tapi karena menghindari setiap peluang hasad yang bisa jadi menjadi pemicu keinginan untuk menggagalkan pernikahan. Karena sekalipun sudah di-khitbah masih mungkin ada kendala dan gagal, maka lebih baik dirahasiakan. Hal ini disandarkan oleh hadits Nabi shallallahu'alaihi wassallam:
اِسْتَعِينُوا عَلَى إِنْجَاحِ الحَوَائِجِ بِالكِتْمَان فَإِنَّ كُلَّ ذِي نِعْمَةٍ مَحْسُود
"Gunakan cara rahasia ketika ingin mewujudkan rencana. Karena setiap pemilik nikmat, ada peluang hasadnya". (HR. Thabrani dalam Al-Ausath 2455 dan dishahihkan al-Albani)
Sebenarnya hadits diatas sifatnya umum, yang artinya bisa diterapkan disemua kasus. Menjadi sebuah adab ketika akan mewujudkan rencana apapun harus dirahasiakan, termasuk diantaranya merahasiakan rencana menikah. Karena khitbah masih salah satu proses menuju pernikahan, secara umum pihak perempuan yang dilamar belum terikat sebagai istri, begitu juga laki-laki yang melamar belum terikat sebagai suami. Posisi hukumnya dalam keluarga masih bebas, maka lamaran hanya perlu diketahui masing-masing keluarga dari calon mempelai. Tidak perlu diumbar-umbar kesana kemari, atau bahkan diposting di sosial media.
Apa Beda Pertunangan dan Khitbah?
Kalau kita bicara bedanya, well ya jelas bedalah. Islam memuliakan kedua calon mempelai yang sedang berproses dengan khitbah. Bahkan saran untuk merahasiakannya ditujukan untuk kemaslahatan kedua belah pihak dan orang-orang disekelilingnya. Menghindari timbulnya fitnah dan menjaga kesucian dari pernikahan yang menjadi puncak segala proses yang telah dijalani.
Sebaliknya, dalam pertunangan seperti yang kita lihat kebanyakan. Tidak ada yang namanya dirahasiakan, malah diumumkan dimana-mana. Kita bahkan bisa menyaksikan itu televisi ketika para artis dan public figure menayangkan secara live proses pertunangan mereka. Belum lagi diumumnya masyarakat kita, setelah dua orang bertunangan ada semacam kebebasan yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Kesana kemari berdua, boleh. Berfoto berdua dengan jarak yang sangat dekat, boleh. Bahkan berpegangan dan berpelukan pun menjadi hal yang boleh dengan alasan, kan sudah bertunangan. Padahal bertunangan tidaklah sama dengan menikah.
Pertunangan or engagement bukanlah hal yang menentukan kehalalan hubungan dua orang insan. Tidak ada yang dimuliakan dari sebuah pertunangan. Tidak ada kepastian hubungan dalam pertunangan, karena di KBBI saja diterjemahkan sebagai "bersepakat akan menjadi suami istri". Sekedar bersepakat, dan tidak ada kepastian yang jelas. Sering kan kita jumpai, kawan-kawan awam di luar sana yang mengaku sudah bertunangan. Pas ditanya kapan menikahnya? 2 tahun lagi, dengan alasan masih mengumpulkan biaya resepsi. Masih mending kalau dalam 2 tahun itu interaksi dijaga dan dibatasi, tapi yang terjadi ya tetap asyik berkhalwat dan pacaran, cuma status berganti not a girlfriend or a boyfriend anymore, but a fiance.
Intinya, khitbah menjaga betul semua interaksi, sedangkan pertunangan memberikan kebebasan berinteraksi. Khitbah menjadi sesuatu yang dirahasiakan, pertunangan menjadi sesuatu yang diumumkan dan dirayakan layaknya resepsi pernikahan.
Katanya Khitbah, Kok Diumumkan?
Mungkin setelah baca penjelasan diatas ada yang bertanya-tanya, "Temenku yang namanya Fulan kok katanya mau proses khitbah tapi diumumkan ke kawan-kawan kantor?" Well, karena saya nggak kenal teman kamu, mari kita husnudzhon, mungkin saking berbunga-bunganya dia lupa dan keceplosan. Tapi kejadian ini memang banyak terjadi sekarang ini. Terutama dilingkungan ikhwah yang setiap pekan mengkhususkan waktu untuk melingkar membahas kalam Allah.
Kadang yang memberitahukan soal khitbah tadi tidak mesti yang bersangkutan. Tapi justru guru ngajinya. Nah disitu saya pun dibuat heran. Karena sepaham saya yang berulang kali diajarkan ummi saya dan yang disepakati banyak para ulama, khitbah itu seharusnya dirahasiakan. Dengan berbagai pertimbangan seperti yang saya bahas diatas. So why is it happen? Ntahlah, lagi-lagi yang bisa menjawab itu hanyalah mereka yang melakukannya.
Memang, tidak ada dalil khusus yang melarang mengumumkan khitbah, justru dalil yang ada itu untuk mengumumkan pernikahan. Dari Zubair bin Awwam, Nabi shallallahu'alaihi wassalam bersabda:
أَعْلِنُوا النِّكَاحَ
"Umumkanlah nikah."
(HR. Ahmad 15545)
Saya masih ingat sekali dulu ketika masih di Jogja, ada kawan satu liqo' saya yang akan menikah. Si kawan dan murobbi saya baru memberitahukan hal tersebut ketika undangan sudah tercetak, dan waktu resepsi si kawan tinggal seminggu lagi. Tidak ada satupun dari kami yang segrup liqo' yang tahu kalau kawan kami ini sudah dilamar seseorang. Semuanya serba rahasia. Bahkan saya baru baca soal prosesi lamaran si kawan tadi dari blog pribadinya, yang ditulis ketika yang bersangkutan sudah menikah dengan si suami.
Ada foto-fotonya nggak? kan katanya karena masih ajnabi (orang asing), tidak boleh foto-foto. Well, kalau untuk sekedar dokumentasi acara sih saya rasa boleh-boleh saja. Tentunya dengan tetap menjaga jarak antara dua orang yang sedang khitbah dan tidak ada foto si lelaki dan si perempuan berdua saja dalam satu frame. Saya kasih bold biar jadi penekanan. Karena kalau itu dilakukan, apa bedanya engkau dengan mereka-mereka di luar sana yang menggunakan istilah engagement?
Dan foto-foto tadi juga sifatnya masih rahasia, bukan untuk dipublikasikan dan diposting di sosial media. Karena balik lagi ke pernyataan diawal, khitbah itu sebaiknya dirahasiakan. Seperti teman saya di Jogja tadi, foto-foto khitbah-nya baru dibagikan yang bersangkutan setelah dia dan suaminya resmi menjadi suami istri. Semua di jaga dengan baik, oleh yang sedang berproses, guru ngajinya, bahkan keluarganya.
Hal yang sama juga saya dapati dari si kawan yang lain ketika saya pindah kembali ke kampung halaman. Kabar yang bersangkutan akan menikah baru diketahui teman-teman satu grup liqo' setelah undangan selesai dicetak, dan waktu resepsi sudah cukup dekat. Lagi-lagi tidak ada yang ember disini, si kawan dan murobbi saya saat itu menjaga betul setiap prosesnya.
Last, mau mengingatkan sesuatu yang hampir luput. Jika ada prosesi simbolis penyematan cincin ke jari calon mempelai perempuan ketika khitbah, tidak diperkenankan langsung dilakukan oleh si lelaki. Lagi-lagi ini dihukumi "haram" karena keduanya statusnya masih ajnabi. Kan si lelaki datang dengan keluarganya, kenapa tidak minta tolong ibunya, saudari perempuannya atau siapapun anggota keluarganya yang perempuan untuk melakukan hal tersebut. Saya yakin kalian pasti pernah dengar hadis berikut:
لِأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمَخِيْطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ
"Sesungguhnya andai kepala seseorang kalian ditusuk dengan jarum yang terbuat dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya."
(HR. Thabrani dalam al-Mujamul Kabîr no.486, 487 dan ar-Rûyânî dalam Musnadnya II/227)
Yah kira-kira begitulah. Pada akhirnya, kalau kamu memang berpegang teguh kepada ajaran baginda Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wassalam tentu kamu akan laksanakan urutan-urutan menjemput pernikahan yang suci sesuai ajarannya. Tidak tawar menawar, menyalahi apalagi bikin aturan sendiri. Allah meletakkan pernikahan sebagai penyempurna dari separuh agama ini. Lantas ketika ia diawali dengan hal-hal yang menyalahi syari'at, apa layak?
Sekali lagi, tulisan ini lahir dari kegelisahan saya pribadi. Tidak untuk menyudutkan siapapun. Sekedar pengingat untuk semuanya, terutama untuk saya pribadi. Agar saya selalu ingat, apa saja yang menjadi prinsip saya dan harus saya pegang teguh untuk seterusnya.
Saya tahu, bersabar atas ketetapan Allah itu tidak mudah. Sama halnya ketika engkau bersabar menanti seseorang datang meng-khitbah-mu, semoga engkau bisa bersabar menahan diri sampai seseorang itu benar-benar sudah halal bagimu. I want to quotes some sentence: "Allah's plan is always best, but the process is painful and hard, be shabr..."
Terimakasih sudah membaca sepanjang ini. Hopefully, you've got my massage.
SemogA Bermanfaat, Amin
ReplyDeleteAamiin yaa rabbal’alamiin..
Delete