Bicara Soal Ribet dan Nyaman

1 comment


Pagi tadi seperti biasa, saya berangkat kerja dengan tergesa-gesa, setelah berulang kali diteriaki ibunda yang lebih dulu selesai siap-siap dan sudah stand by di depan garasi. Tapi bukan itu cerita yang mau saya sampaikan kali ini, saya akan ceritakan kejadian berikutnya.


Setelah sampai di sekolah, saya langsung menuju perpustakaan tempat mesin fingerprint dan buku absensi berada. Jam masih menunjukkan pukul 06.48 AM, yang artinya saya belum terlambat. Selesai isi absen, saya bergegas keluar kemudian duduk lesehan di teras perpus untuk memakai kembali sepatu saya, as always saya selalu pakai sneakers bertali untuk ke sekolah.


Tetiba, keluarlah salah seorang guru yang kebetulan absen setelah saya, dan melihat saya yang "menurutnya" riweuh pakai sepatu, sampai harus ndelosor di lantai. And then she's commented; "Makanya Jan, jangan pakai sepatu yang kek begitu. Pakai yang kek gini loh, simpel nggak ribet."


Saya langsung melirik ke sepatu yang dimaksud, sebuah flat shoes yang jelas bukan "gayanya jannah" banget. Saya pun langsung merespon komentar tersebut, "Loh, malah yang kek begitu yang ribet, gak bikin nyaman." Dan yang bersangkutan lantas tertawa sambil berjalan kearah yang berlawanan dengan saya.


Well, ribet dan nyaman. Kalau bicara soal kedua hal ini, sebenarnya tiap orang jelas punya standar ribet dan nyamannya masing-masing. Contoh, saya untuk urusan sepatu pemakaian formal lebih prefer menggunakan sneakers baik itu classic, casual maupun running, pokoknya yang bertali dan unisex. Sedangkan untuk pemakaian non-formal atau daily use, saya lebih prefer pakai sandal gunung. Dan standar nyaman saya ini pasti berbeda dengan orang lain. But one thing for sure, saya gak pernah memaksa orang lain untuk ikut standar nyaman saya.


Saya kasih contoh case lain. Ummi saya sebenarnya suka sepatu slip-on untuk pemakaian formal atau flat sandals for daily use. Tapi sayangnya, jenis kaki kami yang panjang dan tebal (karena faktor keturunan) sering bikin ummi kesulitan hunting sepatu wanita. Apa lantas ketika ummi gagal dapetin size sepatu yang dia suka saya langsung menawarkan, "udahlah, pakai sneakers/sendal gunung kaya' mba' aja mi, size-nya gampang nyarinya." Ya nggak dong, saya tetap menghormati preferensi sepatu kesukaan ummi. Karena memang biasanya, meski susah hunting-nya, pada akhirnya kami dapat juga size yang masuk di kaki ummi.


Sebenernya saya nggak tersinggung dengan orang-orang yang suka bawel ngomentari preferensi saya, selama kalian gak memaksa saya untuk mengikuti preferensi kalian, it's okay. Tapi kalau kalian ngebanding-bandingin preferensi saya dengan preferensi kalian yang jelas berbeda, saya boleh dong membela apa yang nyaman menurut saya.


Seumur-umur saya pakai sneakers nggak pernah tuh saya ngerasa ribet, it's easy to use dan yang terpenting nggak bikin kaki sakit ketika digunakan berlama-lama. Ah, mungkin proses tali-menalinya yang menurut kalian ribet? Well, to be honest, saya selama ini nggak pernah menali sepatu saya. Lha kok bisa? Memangnya sepatunya nggak kerasa longgar atau talinya nggak kewer-kewer?


Nah, disini seninya. Saya ngakali sendiri agar tali sepatunya tersembunyi dengan baik tapi sepatunya tetap kerasa pas ketika dipakai sekalipun talinya sebenarnya tidak diikat. Jadi pada dasarnya saya pakai sepatunya macam pakai slip-on biasa, tinggal masukin kaki, udah kelar. Jadi sebenarnya yang ngerasa ribet itu bukan saya, tapi kalian.


Kalau dengan standar ribet itu saya diharuskan pakai flat shoes yang menurut orang lain itu nggak ribet, lha apalah dayaku yang punya kaki raksasa ini? Bukankah itu hanya akan menyakiti diri sendiri karena memaksakan pakai sepatu yang size-nya saja nggak pernah nyangkut di saya. FYI ya, size kaki saya itu biasanya baru muat di 41/42, sementara sepatu wanita pada umumnya mentok di size 40.


Pada akhirnya segala standar ribet dan nyaman itu balik ke masing-masing orang. Kita nggak berhak memaksakan orang lain ikut standar kita, sama seperti kita nggak mau orang lain memaksakan standar nyamannya ke diri kita. Saya nyamannya pakai sneakers, ya sudah. Kamu nyamannya pakai flat shoes, ya sudah. Saya nyamannya pakai kerudung dengan bross di tengah, ya sudah. Kamu nyamannya pakai kerudung dengan bross di kanan/kiri, ya sudah. Sesimpel itu.


Selama tidak ada rambu-rambu syari'at yang dilanggar, saya rasa punya preferensi berbeda atau standar ribet dan nyaman sendiri adalah sesuatu yang sah-sah saja. Wes, iku tok ae sing arep tak bahas. Tetaplah bahagia dan membahagiakan orang lain. Karena kebahagiaan adalah hal yang membuat kita waras disaat-saat seperti sekarang ini...^^


Emjannah
Perempuan absurd berusia 28 tahun (march 2022), yang kerap mengandalkan mood tiap mau nulis blog. Isinya kadang lawak, kadang serius, kadang curhat, kadang puitis. Tapi seringnya sih nyampah sama tulisan - tulisan tentang kesehariannya yang biasa - biasa aja.

Related Posts

1 comment

  1. Ah sama banget. Saya juga lebih suka pakai sneaker a la slip on.
    Lebih nyaman dan mudah dicari untuk ukuran kaki besar :")

    ReplyDelete

Post a Comment