Bersyukur masih disentil Allah...
Ada saat - saat ketika saya merasa malas melakukan ibadah. Saya futur, iman saya lesu. Dan saya membiarkannya, bukan malah langsung meng-cut nya saat itu juga agar tidak bertambah parah. Saya menjauh dari Allah, disaat seharusnya saya memperbanyak mendekatkan diri kepada-Nya. Saya jatuh, sejatuh - jatuhnya. Ibadah wajib saya lakukan "aras - arasen" (asal - asalan) yang penting sudah sholat. Tapi sama sekali tidak memperhatikan kualitas sholat apalagi menikmati proses sholat itu. Wajibnya saja asal - asalan, sudah pasti sunnahnya tidak dilakukan.
Hati saya kosong, saya rasakan itu. Tapi untuk bangkit lagi rasanya berat. Mungkin ketika itu setan benar - benar menanamkan belengunya pada saya. Atau mungkin itu cuma alasan saya saja. Sebenarnya saya hanya terlalu menikmati duniawi, sampai mulai melupakan sang Pencipta dunia itu sendiri. Saya sadar saya melakukan kesalahan, saya paham bahwa futur ini penyakit hati yang tidak boleh saya biarkan. Tapi saya pura - pura buta. Pura - pura tidak mengerti perang yang berkecamuk dibatin saya, bangkit dari futur atau terus - terusan membiarkan hati saya berkerak karena futur,
Sampai akhirnya saya berada dititik dimana saya benar - benar terganggu dengan hal yang saya tidak pahami. Saya gelisah, tapi tidak tahu apa hal yang menyebabkan saya gelisah. Suatu malam, saya berusaha tidur tapi tidak bisa memejamkan mata saya sama sekali. Pikiran saya melayang entah kemana - mana. Saya memikirkan kekosongan hati saya. Saya memikirkan berbagai hal. Saya sampai ketakutan. Saya takut pikiran - pikiran saya ini membuat saya gila. Saya berusaha mengosongkan pikiran saya sambil memejamkan mata, tapi perasaan saya justru tambah gelisah.
Saya pikir, perasaan tidak tenang ini karena saya belum sholat isya'. Karena memang biasanya kalau belum sholat isya' saya tidak bisa tidur. Tapi saya ingat kalau saya sudah sholat, hanya saja seperti yang saya bilang tadi "aras - arasan". Saya berusaha menahannya. Menahan gelisah dan takut yang sewaktu - waktu bisa meledak.
Tapi saya tidak kuat, rasa gelisah saya perlahan berubah menjadi rasa takut. Lagi - lagi saya takut tentang hal yang tidak bisa saya pahami. Akhirnya saya bangkit. Waktu itu jam sudah berganti ke hari berikutnya. Saya ke kamar mandi untuk berwudhu. Saya merasa tidak puas dengan sholat isya' saya sebelumnya atau lebih tepatnya saya merasa sangat bersalah dengan sholat - sholat sebelumya yang asal - asalan. Jadi saya bermaksud memperbaharui sholat isya' saya.
Saya sholat isya' lagi. Dihayati sepenuh hati. Bacaan demi bacaan saya ucapkan perlahan. Saya berusaha mengingat - ingat rasa nikmatnya sholat khusyu'. Hingga akhirnya empat rakaat terselesaikan. Setelahnya saya raba hati saya sambil saya ucapkan istighfar satu peratu, sampai berkali - kali. Sampai saya menangis. Saya benar - benar membutuhkan Allah.
Satu hal yang selalu saya sangat takuti adalah jika Allah sudah tidak mau melembutkan hati saya. Pernah suatu waktu saya merasa tidak bisa menangis ketika berdo'a mohon ampun, saya langsung meraba hati saya. Saya takut Allah mulai enggan meladeni keluh - kesah saya. Saya takut hati saya menjadi keras, sehingga tidak bisa tersentuh oleh ayat - ayat-Nya. Malamnya ketika saya bangun untuk tahajud, saya berdo'a sejadi - jadinya hingga akhirnya saya menangis keras, takut ditinggalkan Allah. Takut dibuat tidak bisa lagi menerima kebaikan kebaikan-Nya.
Makanya ketika saya masih bisa menangis saat mengingat Allah, saya merasa sangat bersyukur. Karena sejatinya Allah tidak pernah meninggalkan saya. Allah tidak pernah meninggalkan hamba - kamba-Nya Kita hamba - hamba-Nyalah yang kerap kali menjauhi Allah. Bukankah sudah disebutkan:
"Aku sesuai prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku disuatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan jalan cepat". (HR. Bukhari no.6970 dan Muslim no.2675)
Malam itu, selepas beristighfar saya berdo'a kepada Allah. Mohon ampun karena telah membiarkan diri ini terus menerus futur. Mohon ampun karena kerap ingkar. Mohon ampun karena kelalaian diri ini yang belum bisa menjaga untuk istiqamah. Minta ampun untuk segalanya dan minta untuk selalu dikaruniakan kelembutan hati.
Saya butuh Allah, saya sadar itu. Karena cuma dia yang bersedia total mendengar keluh kesah saya sekalipun saya hanya kerap ingat Dia dikala susah, dan mudah lupa ketika diberi nikmat. Saya belajar banyak dari kejadian kemarin. Saya tidak boleh lagi membiarkan diri saya hanyut dalam ke-futur-an. Bila saya sadar saya mulai lesu dan malas beribadah, saya justru harus semakin memperbanyak ibadah. Iman ini perlu dipupuk dan dipelihara agar tidak layu.
Kejadian kemarin adalah sentilan dari Allah, karena saya terus menerus menikmati terombang ambing dalam ke-futur-an. Saya bersyukur masih bisa merasakan disentil Allah. Bukti bahwa Ia memang masih peduli pada kita. Sekarang saatnya kita yang membangun interaksi kembali dengan Allah.
Semoga Allah selalu melembutkan hati saya, kamu, dan kita.........
Yogya, 20 Desember 2015
No comments: